Halooo.... Semoga bermanfaat

Selasa, 29 Desember 2020

RINGKASAN MATERI IPS KELAS IX BAB 4 MASA REFORMASI (1998-Sekarang)

 E. Masa Reformasi (1998-Sekarang)

Gambar di atas menunjukkan salah satu aksi mahasiswa menuntut reformasi di Indonesia. Apa yang menyebabkan rakyat Indonesia menghedaki dilaksanakannya reformasi dalam kehidupan bernegara? Bagaimana perkembangan bangsa Indonesia pada masa reformasi. Untuk mengetahui jawabannya, perhatikan uraian materi berikut ini!

Masa reformasi di Indonesia adalah masa setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru. Masa reformasi dimulai pada tanggal 21 Mei 1988 saat Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie. Masa reformasi terus berlanjut hingga saat ini.

1.  Lahirnya Gerakan Reformasi

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Munculnya keinginan untuk melakukan perubahan itu muncul disebabkan oleh dampak negatif dari kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru.

Pada masa Orde Baru pemerintah berhasil mewujudkan kemajuan pembangunan yang pesat. Namun kemajuan pembangunan itu ternyata tidak merata. Hal ini tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang terbesar devisa negara seperti di Riau,

Kalimantan Timur dan Papua. Dalam bidang ekonomi, Pemerintah Orde Baru berhasil meningkatkan pendapatan perkapita Indonesia ke tingkat US$ 600 pada tahun 1980-an, kemudian meningkat lagi sampai US$ 1300 pada tahun 1990-an. Namun kebijakan pemerintah Orde Baru yang terlalu memfokuskan pertumbuhan ekonomi ternyata menjadi pemicu terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi di kalangan para pejabat di Indonesia. Selain itu, pelaksanaan kebijakan politik yang cenderung otoriter dan sentralistik tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Dampak-dampak negatif inilah yang kemudian mendorong munculnya keinginan rakyat Indonesia untuk melakukan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Gerakan Reformasi diawali dengan krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997. Krisis moneter ini mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di Asia, seperti Malaysia, Filipina, Korea dan Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar Rp.2.500/US$ menjadi sekitar Rp.17.000/ US$ pada bulan Januari 1998. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. dan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang tidak terkendali. Keadaan kemudian diperparah dengan terkuaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) di kalangan para pejabat pemerintah.

Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa berskala besar terjadi di seluruh Indonesia. Tuntutan mahasiswa dalam aksi-aksinya adalah penurunan harga sembako (sembilan bahan pokok), penghapusan monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

Pada tanggal 12 Mei 1998 empat orang mahasiswa tewas tertembak peluru aparat keamanan saat demonstrasi menuntut Presiden Soeharto mundur. Penembakan ini menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Para demonstran mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah. Di Jakarta, ribuan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR. Mereka berupaya menemui pimpinan MPR/DPR agar mengambil sikap yang tegas. Selanjutnya, tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Akhirnya Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden dan menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnya B.J. Habibie. Peristiwa pengunduran diri Presiden Soeharto ini menandai berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun dan dimulainya masa Reformasi.


2.  Perkembangan Politik

a. Sidang Istimewa MPR 1998

Pada tanggal 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menentapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang. Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 terjadi perombakan besar-besaran terhadap sistem hukum dan perundang-undangan. Sidang ini menghasilkan 12 ketetapan MPR yang diantaranya memperlihatkan adanya upaya mengakomodasi tuntutan reformasi. Ketetapan-ketetapan itu antara lain adalah sebagai berikut.

1. Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998, yang memungkinkan UUD 1945 diamandemen.

2. Ketetapan MPR No.XII Tahun 1998, mengenai pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

3. Ketetapan MPR No. XVIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).

4. Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.

5. Ketetapan MPR No. XV Tahun 1988, tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Ketetapan MPR No XI Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.


b. Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah pada masa reformasi dilaksanakan secara lebih demokratis dari masa sebelumnya. Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Penerapan otonomi daerah tersebut diiringi dengan perubahan sistem pemilu berupa penyelenggaraan pemilu langsung untuk mengangkat kepala dareah mulai dari gubernur hingga bupati dan walikota. Dengan pelaksanaan otonomi daerah ini diharapkan dapat meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa.


c. Pencabutan Pembatasan Partai Politik

Kebebasan berpolitik pada masa reformasi dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik. Dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk. Menjelang Pemilihan Umum tahun 1999, partai politik yang terdaftar mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum sebanyak 48 partai saja yang berhak mengikuti Pemilihan Umum. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.


d. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI

Pada masa reformasi Dwi Fungsi ABRI dihapuskan secara bertahap sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi pertahanan dan keamanan. Kedudukan ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999, Polri memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Istilah ABRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).


e. Penyelenggaraan Pemilu

Sejak dimulainya masa reformasi hingga tahun 2015, pemerintah telah melaksanakan empat kali pemilihan umam, yaitu pemilu tahun 1999, 2004, 2009, dan 2014. Berbeda dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru yang hanya diikuti oleh tiga partai politik, pemilu pada masa reformasi diikuti oleh banyak partai politik. Meskipun diikuti oleh banyak partai politik, pemilu pada masa reformasi berlangsung aman dan tertib.

Pemilu ahun 2004, adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung. Cara pelaksanaannya benar-benar berbeda dari pemilu sebelumnya. Pemilu tahun 2004 dilaksanakan minimal dua tahap dan maksimal tiga tahap. Tahap pertama adalah pemilu legislatif untuk memilih partai politik dan anggotanya yang dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap kedua adalah pemilu presiden putaran pertama. Pada tahap ini, pasangan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Tahap ketiga adalah pemilu presiden tahap kedua. Pemilu presiden putaran kedua adalah tahap terakhir yang hanya dilaksanakan apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon presiden yang mendapatkan 50% suara pada pemilihan presiden putaran pertama. Cara pelaksanaan pemilu tahun 2004 masih digunakan pada pemilu tahun 2009 dan tahun 2014.

Bergulirnya gerakan reformasi menyadarkan bangsa Indonesia mengenai demokrasi dan menghargai kedaulatan rakyat. Sebuah pemerintahan yang menghormati aspirasi rakyat akan mendapat dukungan rakyat. Sebaliknya, perilaku para pemimpin yang tidak menghargai kedaulatan rakyat dan nilai-nilai demokrasi akan menyebabkan rakyat tidak percaya kepada para pemimpin.

3.  Perkembangan Ekonomi

Pada masa reformasi Indonesia tengah menghadapi krisis ekonomi. Upaya-upaya untuk pemulihan ekonomi terus dilakukan pada beberapa periode kepemimpinan masa reformasi.

a. Pemerintahan Presiden B.J. Habibie

Pada masa pemerintahan B.J Habibie ditetapkan kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga terjangkau serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi ekonomi. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut dilakukan langkah-langkah berikut.

1). Menjalin kerja sama dengan International Moneter Fund-IMF (Dana Moneter Internasional) untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.

2). Menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.

3). Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.

4). Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp10.000,00.

5). Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.

Upaya-upaya menyelesaikan krisis keuangan dan perbaikan ekonomi yang dilakukan berhasil menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, yaitu Rp 6.700 per dolar Amerika pada bulan Juni 1999. Namun rupiah kembali melemah mencapai Rp 8.000 per dolar Amerika pada akhir masa jabatan Habibie.

b. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid

Pada masa ini, kondisi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan dan kondisi keuangan sudah mulai stabil. Namun,keadaan kembali merosot. Pada bulan April 2001, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah hingga mencapai Rp12.000,00. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan menghambat usaha pemulihan ekonomi.

c. Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri

Pada masa ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhasil distabilkan dan berdampak pada terkendalinya harga-harga barang. Selain itu tingkat inflasi rendah dan cadangan devisa negara stabil. Namun, pertumbuhan ekonomi masih tergolong rendah yang disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor dan karena tingginya suku bunga deposito. Adapun kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan ekonomi antara lain sebagai berikut.

1). Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliar.

2). Mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.

3). Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


d. Pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono

Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik pada masa kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi yang berkisar pada 5% sampai 6% per tahun serta kemampuan ekonomi Indonesia yang bertahan dari pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa sepanjang tahun 2008 hingga 2009. Dalam menyelenggarakan perekonomian negara, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut.

1). Mengurangi Subsidi Bahan Bakar Minyak

Melonjaknya harga minyak dunia menimbulkan kekhawatiran akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, ditetapkanlah kebijakan pengurangan subsidi BBM agar tidak membebani APBN. Anggaran subsidi BBM kemudian dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pengurangan subsidi BBM berakibat pada kenaikan harga BBM.

2). Pemberian Bantuan Langsung Tunai Program BLT diselenggarakan sebagai respons kenaikan BBM. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi.

3). Pengurangan Utang Luar Negeri

Dalam rangka mengurangi utang luar negeri, pada tahan 2006, pemerintah Indonesia melunasi sisa utang ke IMF sebesar 3,1 miliar dolar Amerika. Dengan pelunasan utang ini, Indonesia sudah tidak lagi berkewajiban mengikuti syarat-syarat IMF yang dapat memengaruhi kebijakan ekonomi nasional.

4.  Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi

a. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa awal reformasi sempat diwarnai dengan terjadinya berbagai konflik sosial yang bersifat etnis di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan kondisi ekonomi negara yang tidak kunjung membaik mengakibatkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat. Namun, seiring dengan keberhasilan pemerintah era reformasi dalam mengatasi masalah-masalah yang tengah dihadapi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia berangsur-angsur kembali kondusif.

Pada masa reformasi masyarakat lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasinya. Hal ini didukung dengan adanya reformasi di bidang komunikasi. Media massa seperti surat kabar, majalah dan lainnya dapat menyalurkan aspirasi dan gagasan secara bebas. Dicabutnya ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.

b. Pendidikan

Pemerintah pada masa Reformasi menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Selain itu, pemerintah juga memberikan ruang yang cukup luas bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Hal ini dapat dilihat dari ditetapkannya UU No 22 Tahun 1999 yang mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan UU No 2 Tahun 1989. yang mendefenisikan ulang pengertian pendidikan.

Sesuai dengan agenda reformasi bidang pendidikan, terutama masalah kurikulum yang harus ditinjau paling sedikit lima tahunan, Pemerintah pada masa Reformasi melakukan beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum tersebut adalah sebagai berikut.

1). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Pada pelaksanaan kurikulum ini, siswa dituntut untuk aktif untuk memperoleh informasi. Guru bertugas sebagai fasilitator untuk memperoleh informasi. KBK berupaya untuk menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.

2). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Secara umum, KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK, namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru, dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.

3). Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan, serta menekankan pada keaktifan siswa untuk mendapatkan pengalaman personal melalui observasi (pengamatan), bertanya, menalar, menyimpulkan, dan mengomunikasikan informasi dalam kegiatan pembelajaran.

 c. Kebudayaan

Dalam bidang kebudayaan dilakukan upaya pelestarian budaya dengan mendaftarkan warisan budaya Indonesia ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Oganization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Upaya ini dilakukan untuk menghindari klaim negara lain terhadap warisan budaya Indonesia. Beberapa warisan budaya Indonesia yang telah mendapat pengakuan internasional melalui UNESCO dapat kamu lihat pada tabel berikut.

Tabel. 4.15. Warisan Budaya Indonesia

Warisan Cagar Kompleks Candi Borobudur Diakui tahun 1991

Budaya

Kompeks Candi Prambanan Diakui tahun 1991

Situs Prasejarah sangiran Diakui tahun 1996

Warisan Karya Wayang Diakui tahun 2003

Budaya Tak Benda

Keris Diakui tahun 2005

Batik Diakui tahun 2009

Angklung Diakui tahun 2010

Tari Saman Diakui tahun 2011

Noken Diakui tahun 2012

Selain warisan budaya yang sudah diakui di atas, masih banyak warisan budaya Indonesia yang sedang dalam proses pendaftaran di UNESCO, diantaranya adalah Tenun Ikat dari Sumba, Rencong dari Aceh, Tari Tor-tor dari Sumatra Utara, Gordang Sembirang dari Sumatra Utara, Songket dari Palembang, Ondel-Ondel dari DKI Jakarta, Reog dari Ponorogo, Sasirangan dari Kalimantan Selatan dan warisan-warisan budaya lainnya.


RINGKASAN MATERI IPS KELAS IX BAB 4 MASA ORDE BARU (1966-1998)

 D. Masa Orde Baru (1966 – 1998)

Gambar di atas menunjukkan salah satu aksi demonstrasi menuntut agar tiga tuntutan rakyat (Tritura) dipenuhi. Apa hubungan Tritura dengan dimulainya masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia? Bagaimana perkembangan bangsa Indonesia pada masa Orde Baru Untuk mengetahui jawabannya, perhatikan uraian materi berikut ini!

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Suharto di Indonesia. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret 1966. Masa orde baru berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Dalam jangka waktu tersebut, pembangunan nasional berkembang pesat.

1. Perkembangan Politik 

a. Supersemar

Pasca penumpasan G 30 S/PKI, pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut. Hal ini membuat situasi politik tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin menurun. Pada saat bersamaan, Indonesia menghadapi situasi ekonomi yang terus memburuk mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi. Kondisi ini mendorong para pemuda dan mahasiswa melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S/PKI dan perbaikan ekonomi.

Pada tanggal 12 Januari 1966 pelajar, mahasiswa, dan masyarakat mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) Isi Tritura tersebut, yaitu:

1. Bubarkan PKI.

2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur Gerakan 30 September.

3. Turunkan harga.

Tuntutan rakyat agar membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi. Untuk menenangkan rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri. Perubahan ini belum dapat memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih terdapat tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G 30 S/PKI. Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tgl 24 Februari 1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan krisis politik semakin memuncak.

Guna memulihkan keamanan negara, pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itu dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret, atau SP 11 Maret, atau Supersemar. Isi Supersemar adalah pemberian mandat kepada Letjen. Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.

Dalam rangka memulihkan keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan, keesokan harinya setelah menerima Supersemar Letjen Soeharto membubarkan dan melarang PKI beserta ormas-ormas yang bernaung atau senada dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12 Maret 1966. Letjen. Soeharto juga menyerukan kepada pelajar dan mahasiswa untuk kembali ke sekolah. Selanjutnya pada tanggal 18 Maret 1966, Letjen. Soeharto menahan 15 orang menteri yang dinilai terlibat dalam G 30 S/PKI. SetelahArief Rahman Hakim, mahasiswa Universitas Indonesia yang gugur dalam aksi demonstrasi tahun 1966 mendapat gelar Pahlawan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) sebab gugur di saat memperjuangkan amanat rakyat.

 Letjen Soeharto memperbaharui kabinet dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPR-Gotong Royong dari orang-orang yang dianggap terlibat G30S/PKI.

b. Penataan Stabilitas Politik

Pada tanggal 12 Maret 1967 Sidang Istimewa MPRS menetapkan Letjen Soeharto sebagai pejabat presiden. Kemudian pada tanggal 27 Maret 1968, MPRS mengukuhkannya sebagai presiden penuh. Dengan dikukuhkannya Letjen Soeharto sebagai presiden, Indonesia memasuki masa kepemimpinan yang baru, yaitu masa Orde Baru. Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde Baru melaksanakan penataan stabilitas politik. Langkah-langkah yang dilakukan untuk penataan stabilitas politik antara lain adalah sebagai berikut.

1). Pemulihan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan dengan dikeluarkannya sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, di antaranya adalah Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.

2). Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

Pemulihan hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan Bangkok pada 29 Mei–1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Selanjutnya pada tanggal 11 Agustus 1966 ditandatangani persetujuan pemulihan hubungan Indonesia–Malaysia di Jakarta. Persetujuan ini ditandatangani oleh Adam Malik dari Indonesia dan Tun Abdul Razak dari Malaysia.

3). Kembali Menjadi Anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah menyadari banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota. Kembalinya Indonesia menjadi anggota disambut baik oleh PBB. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

4). Ikut Memprakarsai Pembentukan ASEAN

Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Tujuan pembentukan ASEAN ini adalah untuk meningkatkan kerjasama regional khususnya di bidang ekonomi dan budaya. Tokoh-tokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).


c. Penyederhanaan Partai Politik

Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai-partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah sebagai berikut.

1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan Perti.

2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo

3. Golongan Karya (Golkar)

Penyederhanaan partai-partai politik ini didasari oleh alasan–alasan tertentu, seperti kasus pada masa Demokrasi Parlementer. Banyaknya partai poitik pada masa itu justru menghambat pembangunan. Penyebabnya bukan saja karena persaingan antarpartai politik, melainkan juga persaingan di dalam tubuh partai politik itu sendiri yang dinilai dapat mengganggu stabilitas politik. Atas dasar itu, pemerintah Orde Baru berpendapat perlu melakukan penyederhanaan partai sebagai bagian dari pelaksanaan Demokrasi Pancasila.


d. Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru, pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Hal itu disebabkan oleh pengerahan kekuatan-kekuatan penyokong Orde Baru untuk mendukung Golkar. Kekuatan-kekuatan penyokong Golkar adalah aparat pemerintah (pegawai negeri sipil) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Dengan dukungan pegawai negeri sipil dan ABRI, Golkar dengan leluasa menjangkau masyarakat luas di berbagai tempat dan tingkatan. Dari tingkatan masyarakat atas sampai bawah. Dari kota sampai pelosok desa.

e. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yang terkenal dengan nama Eka Prasetia Pancakarsa untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Oleh karena itu, sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pegawai negeri, baik sipil maupun militer diharuskan mengikuti penataran P4. Kemudian para pelajar, mulai dari sekolah menengah sampai Perguruan Tinggi, juga diharuskan mengikuti penataran P4 yang dilakukan pada setiap awal tahun ajaran baru. Melalui penataran P4 itu, pemerintah menekankan bahwa masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (Sara) merupakan masalah yang sensitif di Indonesia yang sering menjadi penyebab timbulnya konflik atau kerusuhan sosial. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Dengan demikian diharapkan persatuan dan kesatuan nasional dapat terpelihara.

f. Dwi Fungsi ABRI

Dwi Fungsi ABRI maksudnya adalah bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat kekuatan militer yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan fungsi sebagai kekuatan sosial yang secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional. Dengan peran ganda ini, ABRI diizinkan untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, termasuk walikota, pemerintah provinsi, duta besar, dan jabatan lainnya. Setelah berakhirnya masa kepemimpinan Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI mulai dihapuskan.

2.  Perkembangan Ekonomi

Pada awal masa Orde Baru, program ekonomi pemerintah lebih banyak tertuju kepada kepada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama upaya mengatasi inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Dalam melaksanakan program ekonomi, pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Program tersebut dapat terlaksana dan berhasil menjadikan ekonomi Indonesia berkembang pesat.

a. Program Jangka Pendek

Program jangka pendek dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional diwujudkan dengan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Pada awal tahun 1966, tingkat inflasi mencapai 650%. Maka, pemerintah tidak dapat melakukan pembangunan dengan segera, tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi terlebih dahulu. Stabilisasi yang dimaksud adalah pengendalian inflasi supaya harga-harga tidak melonjak terus secara cepat. Rehabilitasi yang dimaksud adalah rehabilitasi fisik terhadap prasarana-prasarana dan alat-alat produksi yang banyak mengalami kerusakan.

Stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang dilakukan membuahkan hasil yang cukup baik. Tingkat inflasi yang semula mencapai 650% berhasil ditekan menjadi 120% pada tahun 1967 dan 80% pada 1968. Keadaan ekonomi Indonesia terus membaik, hingga pada tahun 1969, pemerintah siap melaksanakan program jangka panjang.

b. Program Jangka Panjang

Program jangka panjang yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru diwujudkan dengan pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang (25 tahun). Pembangunan jangka panjang dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun).

1). Pelita I (1 April 1969-1 Maret 1974)

Sasaran yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor pertanian. Pelaksanaan Pelita I telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, antara lain produksi beras telah meningkat dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton; pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun; pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita) dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika. Tingkat inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Pelita I (1973/1974).

2). Pelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979)

Sasaran yang hendak dicapai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Tingkat inflasi berhasil ditekan hingga 9,5%. Pada sektor pertanian, telah dilakukan perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi baru.

3). Pelita III (1 April 1979-31 Maret 1984)

Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Produksi beras diperkirakan mencapai 20,6 juta ton pada tahun 1983.

4). Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)

Pelita IV menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV di antaranya adalah swasembada pangan dengan produksi beras mencapai 25,8 juta ton pada tahun 1984. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985.

5). Pelita V (1 April 1989 - 31 Maret 1994)

Pelita V menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. Pelita V adalah periode terakhir dari pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu, dilanjutkan pembangunan jangka panjang tahap kedua.

6). Pelita VI

Pelita VI merupakan awal pembangunan jangka panjang tahap kedua. Pelita VI lebih menitikberatkan pada sektor ekonomi, industri, pertanian, serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Direncanakan, Pelita VI dilaksanakan mulai tanggal 1 April 1994 dan berakhir pada tanggal 31 Maret 1999. Namun, pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Akibatnya, Pelita VI tidak dapat dilanjutkan sesuai dengan yang direncanakan.


3. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru

 a. Kehidupan Sosial

Pada masa Orde Baru, pemerintah berhasil mewujudkan stabilitas politik dan menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan ekonomi juga berjalan dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara nyata. Dua hal ini menjadi faktor pendorong keberhasilan pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan perbaikan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari penurunan angka kemiskinan, penurunan angka kematian bayi, dan peningkatan partisipasi pendidikan dasar. Program-program untuk perbaikan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan pada masa Orde Baru antara lain adalah sebagai berikut.

1). Transmigrasi

Transmigrasi adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk ke daerah lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemindahan tersebut dilakukan untuk meratakan persebaran penduduk Indonesia yang sejak zaman dahulu banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada masa Orde Baru program transmigrasi gencar dilaksanakan. Daerah-daerah yang menjadi tujuan transmigrasi antara lain adalah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

2). Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana (KB) merupakan program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Pada masa Orde Baru, program KB dilaksanakan untuk pengendalian pertumbuhan penduduk. Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Melalui program KB pertumbuhan penduduk di Indonesia berhasil ditekan, pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%.

Keberhasilan Indonesia dalam pengendalian jumlah penduduk dipuji oleh UNICEF, karena dinilai berhasil menekan tingkat kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya dalam rangka mensejahterakan kehidupan anak-anak di tanah air. UNICEF mengemukakan bahwa tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan contoh bagi negara-negara lain yang tingkat kematian bayi masih tinggi.

3). Puskesmas dan Posyandu

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan dua fasilitias kesehatan yang didirikan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas mulai dibangun sejak ditetapkannya konsep Puskesmas dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tahun 1968. Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh (komprehensif) yang meliputi pelayanan: pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan (promotif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Adapun Posyandu mulai didirikan pada tahun 1984. Pelayanan kesehatan yang diberikan Posyandu antara lain adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. Puskesmas dan Posyandu yang dikembangkan sejak masa Orde Baru telah berhasil meningkatkan kesehatan masyarakat.

b. Pendidikan

Pokok-pokok penting kebijakan pada bidang pendidikan di masa Orde Baru di antaranya diarahkan untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas dan diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan tinggi diarahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab tantangan modernisasi. Oleh karena itu, dikembangkanlah sistem pendidikan yang berhubungan dengan pengembangan kesempatan dan kualifikasi bagi jenis-jenis lapangan kerja yang diperlukan oleh pembangunan nasional.

Pada masa Orde Baru, dimunculkan sebuah konsepsi pendidikan yang dikenal dengan sekolah pembangunan. Konsepsi ini diajukan oleh Mashuri S.H selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayan (P & K). Dalam konsepsi sekolah pembangunan, para siswa dikenalkan kepada jenis-jenis dan lapangan serta lingkungan kerja. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat melihat kemungkinan untuk memberikan jasa melalui karyanya. Anak-anak didik tidak hanya diberi pelajaran teori, tetapi juga diperkenalkan kepada sejumlah pekerjaan yang kira-kira dapat mereka lakukan. Dengan cara itu, mereka akan dapat menyalurkan bakatnya masing-masing sekaligus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang akan mereka hadapi. Dalam rangka memberikan kesempatan belajar yang lebih luas, pemerintah Orde Baru melaksanakan program-program berikut.

1. Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Adanya Instruksi Presiden ini membuat jumlah sekolah dasar meningkat pesat. Tercatat pada periode 1993/1994 hampir 150.000 unit SD Inpres telah dibangun.

2. Program Pemberantasan Buta Huruf yang dimulai pada tanggal 16 Agustus 1978

3. Program Wajib Belajar yang dimulai pada tanggal 2 Mei 1984

4. Program Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA).

c. Kebudayaan

Pada masa Orde baru, usaha peningkatan dan pengembangan seni dan budaya diarahkan kepada upaya memperkuat kepribadian, kebanggaan, dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, dilakukan pembinaan dan pengembangan seni secara luas melalui sekolah seni, kursus seni, organisasi seni dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya. Selain itu, dilakukan pula upaya penyelamatan, pemeliharaan, dan penelitian warisan sejarah budaya nasional. Upaya ini diwujudkan dengan menginventarisasi peninggalan purbakala yang meliputi 1165 situs purbakala dan rehabilitasi serta perluasan museum.


RINGKASAN MATERI IPS KELAS IX BAB 4 MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)

 C. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)

Gambar di atas menunjukkan suasana pembacaan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Apa yang menyebabkan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959? Apa hubungan Dekrit Presiden tersebut dengan konsep Demokrasi Terpimpin? Bagaimana tanggapan rakyat terhadap Dekrit presiden itu? Untuk mengetahui jawabannya, perhatikan uraian materi berikut ini!

Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa ketika Indonesia menerapkan suatu sistem pemerintahan dengan seluruh keputusan pemerintah berpusat pada kepala negara. Pada saat itu, jabatan kepala negara dijabat oleh Presiden Soekarno. Masa Demokrasi Termimpin berlangsung sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai tahun 1965.

1.  Perkembangan Politik

a. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Persaingan partai-partai politik yang menyebabkan pergantian kabinet terus terjadi. Selain itu, Dewan Konstituante hasil pemilu tahun 1955 ternyata tidak berhasil melaksanakan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia. Dewan Konstituante tidak berhasil melaksanakan tugasnya disebabkan adaya perbedaan pandangan tentang dasar negara. Anggota Dewan Konstituante dari PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan partai lain yang sehaluan mengajukan Pancasila sebagai dasar negara. Sedangkan Masyumi, NU, PSII dan partai lain yang sehaluan mengajukan dasar negara Islam. Dalam upaya menyelesaikan perbedaan pendapat terkait dengan masalah dasar negara, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila tentang kemungkinan dimasukannya nilai-nilai Islam ke dalam Pancasila, yaitu dimasukkannya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar yang baru. Namun usulan itu ditolak oleh pendukung Pancasila dan membuat kondisi negara semakin tidak stabil.

Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, muncul gagasan untuk melaksanakan model pemerintahan Demokrasi Terpimpin dan kembali kepada UUD 1945. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isinya adalah sebagai berikut.

1. Menetapkan pembubaran Konstituante.

2. Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan dekrit dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara (UUDS).

3. Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterima baik oleh rakyat Indonesia. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berakhirlah masa Demokrasi Parlementer dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demikian pula mulai saat itu, sistem kabinet parlementer ditinggalkan dan diganti menjadi kabinet presidensial.


b. Penyimpangan terhadap UUD 1945

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik dan pemerintahan yang tidak stabil pada masa Demokrasi Parlementer dengan kembali melaksanakan UUD 1945. Namun pada perkembangannya, pada masa Demokrasi Terpimpin justru terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Presiden menunjuk dan mengangkat anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Seharusnya anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dipilih melalui pemilu bukan ditunjuk dan diangkat oleh Presiden.

2. Presiden membubarkan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) hasil Pemilu 1955 dan menggantinya dengan Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Seharusnya kedudukan Presiden dan DPR adalah setara. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan Presiden.

3. Pengangkatan presiden seumur hidup. Seharusnya Presiden dipilih setiap lima tahun sekali melalui pemilu sebagaimana amanat UUD 1945, bukan diangkat seumur hidup.

Penyimpangan terhadap UUD 1945 yang terjadi masa Demokrasi Terpimpin disebabkan oleh kekuasaan yang dimiliki oleh presiden sangat besar sehingga pemerintahan cendrung mengarah kepada otoriter.


c. Kekuatan Politik Nasional

Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuatan politik terpusat antara tiga kekuatan politik, yaitu: Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI Angkatan Darat. Berbeda dengan masa sebelumnya, pada masa Demokrasi terpimpin partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional. Partai-partai yang ada ditekan agar menyokong dan memberikan dukungan terhadap gagasan presiden. Partai politik yang pergerakannya dianggap bertolak belakang dengan pemerintah di bubarkan dengan paksa. Dengan demikian partai-partai politik itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Sampai tahun 1961, hanya ada 10 partai politik yang diakui oleh pemerintah, yaitu: PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII, IPKI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).

d. Politik Luar Negeri

Berdasarkan UUD 1945, politik luar negeri yang dianut Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif. Bebas artinya tidak memihak kepada salah satu blok yang ada, yaitu blok barat dan blok timur. Namun pada masa Demokrasi Terpimpin, Politik luar negeri Indonesia condong ke blok timur. Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara komunis seperti Uni Soviet, China, Kamboja, Vietnam, dan Korea Utara.

1). Oldefo dan Nefo

Oldefo (The Old Established Forces) adalah sebutan untuk negara-negara barat yang sudah mapan ekonominya. Khususnya negara-negara kapiltalis. Nefo (The New Emerging Forces) adalah sebutan untuk negara-negara baru, khususnya negara-negara sosialis. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia lebih banyak menjalin kerja sama dengan negara-negara Nefo. Hal ini terlihat dengan dibentuknya Poros Jakarta–Peking (Indonesia dan China) dan Poros Jakarta–Phnom Penh–Hanoi–Pyongyang (Indonesia, Kamboja, Vietnam Utara, dan Korea Utara). Terbentuknya poros ini mengakibatkan ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi sempit. Indonesia terkesan memihak kepada blok sosial/komunis.

2). Politik Mercusuar

Politik Mercusuar merupakan politik yang dijalankan oleh Presiden Soekarno dengan anggapan bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya, maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar, diantaranya adalah penyelenggaraan Ganefo (Games of the New Emerging Forces), pembangunan kompleks olahraga Senayan, dan pembangunan Monumen Nasional (Monas).

3). Indonesia dalam Gerakan Non-Blok

Dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955, muncul gagasan untuk membentuk organisasi yang disebut dengan Gerakan Non-Blok. Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) didirikan untuk menyikapi persaingan antara Blok Barat yang dipiminan Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Sovyet pada awal tahun 1960-an. Persaingan kedua blok memicu terjadinya Perang Dingin (Cold War) yang dapat mengancam perdamaian dunia.

Berdirina Gerakan Non-Blok diprakarsai oleh PM India Jawaharlal Nehru, PM Ghana Kwame Nkrumah, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Jossep Broz Tito. Gerakan Non-Blok (GNB) secara resmi berdiri melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahun 1961 di Beograd, Yugoslavia. Adapun tujuan pendirian Gerakan Non-Blok antara lain adalah sebagai berikut.

32. Menentang imperialisme dan kolonialisme

33. Menyelesaikan sengketa secara damai.

34. Mengusahakan pengembangan sosial ekonomi agar tidak dikuasai negara maju.

35. Membantu perdamaian dunia dan berusaha meredakan ketegangan Amerika Serikat dengan Uni Soviet.

Munculnya gagasan pembentukan Gerakan Non-Blok pada Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 memperlihatkan besarnya pengaruh Indonesia dalam gerakan tersebut. Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan KTT I Gerakan Non-Blok di Beograd, Yugoslavia.

4). Konfrontasi dengan Malaysia

Konfrontasi dengan Malaysia berawal dari keinginan Federasi Malayasia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia. Rencana pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia. Filipina menentang karena menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis adalah milik Kesultan Sulu. Indonesia menentang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara. Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia.

Pada tanggal 16 September 1963 pendirian Federasi Malaysia diproklamirkan. Menghadapi tindakan ini, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia putus. Selanjtunya pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Isi Dwikora adalah sebagai berikut.

1. Perhebat ketahanan revolusi Indonesia

2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.

Pada saat Konfrontasi Indonesia-Malaysia sedang berlangsung, Malaysia dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Pencalonan ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Pada tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari PBB.

5). Pembebasan Irian Barat

Sesuai isi KMB, Irian Barat akan diserahkan oleh Belanda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS. Namun, pada kenyataannya lebih dari satu tahun pengakuan kedaulatan Indonesia, Belanda tidak kunjung menyerahkan Irian Barat pada Indonesia.

Dalam penyelesaian masalah Irian Barat, pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomasi bilateral dengan Belanda. Upaya ini tidak membuahkan hasil. Selanjutnya sejak tahun 1954 setiap tahun persolan Irian Barat berulang-ulang dimasukkan ke dalam acara sidang Majelis Umum PBB, tetapi tidak perna memperoleh tanggapan positif. Oleh karena berbagai upaya diplomasi tidak berhasil, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk menempuh sikap keras melalui konfrontasi total terhadap Belanda, antara lain sebagai berikut.

1. Pada tahun 1956, Indonesia secara sepihak membatalkan hasil KMB dan secara otomatis membubarkan Uni Indonesia- Belanda. Melalui UU No. 13 Tahun 1956 tanggal 3 Mei 1956 Indonesia menyatakan bahwa Uni Indonesia–Belanda tidak ada.

2. Pada 17 Agustus 1960, Indonesia secara sepihak memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda yang diikuti oleh pemecatan seluruh warga negara Belanda yang bekerja di Indonesia. Kemudian pemerintah Indonesia mengusir semua warga negara Belanda yang tinggal di Indonesia dan memanggil pulang duta besar serta para ekspatriat Indonesia yang ada di Belanda.

3. Pembentukan Provinsi Irian Barat dengan ibu kota di Soasiu (Tidore) untuk menandingi pembentukan negara Papua oleh Belanda.

Puncak konfrontasi Indonesia terhadap Belanda terjadi saat Presiden Soekarno mengumandangkan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Adapun isi Trikora adalah sebagai berikut.

1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda kolonial.

2. Kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.

3. Bersiaplh untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa

Untuk melaksanakan Trikora, pada tanggal 2 Januari 1962 Presiden/ Pangti ABRI/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan keputusan Nomor 1 Tahun 1962 untuk membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Antara bulan Maret sampai bulan Agustus 1962 oleh Komando Mandala dilakukan serangkaian operasi-operasi pendaratan melalui laut dan penerjunan dari udara di daerah Irian Barat. Operasi-operasi infiltrasi tersebut berhasil mendaratkan pasukan-pasukan ABRI dan sukarelawan di berbagai tempat di Irian Barat. Antara lain Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana, Operasi Srigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga dengan sasaran Merauke, serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke.

Pada mulanya Belanda mencemoohkan persiapan-persiapan Komando Mandala tersebut. Mereka mengira, bahwa pasukan Indonesia tidak mungkin dapat masuk ke wilayah Irian. Tetapi setelah ternyata bahwa operasi-operasi infiltrasi dari pihak kita berhasil, maka Belanda bersedia untuk duduk pada meja perundingan guna menyelesaikan sengketa Irian Barat.

Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, yang terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi dari Perjanjian New York adalah sebagai berikut.

1) Kekuasaan Belanda atas Irian Barat berakhir pada 1 Oktober 1962.

2). Irian Barat akan berada di bawah perwalian PBB hingga 1 Mei 1963 melalui lembaga UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) yang dibentuk PBB.

3) Pada 1 Mei 1963, Irian Barat akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.

4) Pemerintah Indonesia wajib mengadakan penentuan pendapat rakyat (pepera) Irian Barat untuk menentukan akan berdiri sendiri atau tetap bergabung dengan Indonesia, pada tahun 1969 di bawah pengawasan PBB.

Berdasarkan hasil Pepera tahun 1969, Dewan Musyawarah Pepera secara aklamasi memutuskan bahwa Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Indonesia. Hasil musyawarah pepera tersebut dilaporkan dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-24 oleh diplomat PBB, Ortiz Sanz yang bertugas di Irian Barat Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia telah membuktikan kepada dunia internasional bahwa kita mampu menyelesaikan persoalan-persoalan, baik secara damai maupun dengan cara apapun yang dikehendaki. Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bergabungnya kembali Irian Barat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 e. Peristiwa G 30 S/PKI 1965

Peristiwa Gerakan 30 September/PKI terjadi pada malam tanggal 30 September 1965. Dalam peristiwa tersebut, sekelompok militer di bawah pimpinan Letkol Untung melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat serta memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta. Setelah melakukan pembunuhan itu, kelompok tersebut menguasai dua sarana komunikasi penting, yaitu Radio Republik Indonesia (RRI) di jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 pemimpin Gerakan 30 September Letnan Kolonel Untung mengumumkan melalui RRI Jakarta tentang gerakan yang telah dilakukannya. Dalam pengumuman tersebut disebutkan bahwa Gerakan 30 September merupakan gerakan internal Angkatan Darat untuk menertibkan anggota Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintah Presiden Soekarno. Selain itu, diumumkan juga tentang pembentukan Dewan Revolusi, pendemisioneran Kabinet Dwikora, dan pemberlakuan pangkat letnan kolonel sebagai pangkat tertinggi dalam TNI. Pengumuman ini segera menyebar pada 1 Oktober 1965 dan menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Mayor Jenderal Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) memutuskan segera mengambil alih pimpinan TNI Angkatan Darat karena Jenderal Ahmad Yani selaku Men/ Pangad saat itu belum diketahui keberadaannya. Setelah berhasil menghimpun pasukan yang masih setia kepada Pancasila, operasi penumpasan Gerakan 30 September pun segera dilakukan.

Operasi penumpasan G 30 S/PKI dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto bersama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan Batalyon 328/Para Divisi Siliwangi. Pada malam hari tanggal 1 Oktober 1965, RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berhasil menguasai kembali RRI Jakarta dan kantor telekomunikasi. Selanjutnya, Mayjen Soeharto mengumumkan melalui radio tentang keadaan yang sebenarnya kepada rakyat. Pada tanggal 2 Oktober 1965, RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berhasil sepenuhnya menguasai keadaan di Jakarta dan pemberontakan G 30 S/PKI berhasil digagalkan.

Pada tahun 1965, PKI adalah kekuatan politik terbesar Indonesia dan partai komunis terbesar kedua di dunia di luar Blok Timur. Berdasarkan kalkulasi politik, PKI tidak akan kesulitan melakukan kudeta di Indonesia. Namun, berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, pemberontakan komunis di Indonesia dapat digagalkan.

 

2.  Perkembangan Ekonomi

Pada masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi sejak masa Demokrasi Parlementer. Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin dengan terjun langsung mengatur perekonomian. Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi antara lain adalah sebagai berikut.

a. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)

Dewan Perancang Nasional (Depernas) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 80 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958. Tugas dewan ini adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan tersebut. Dewan ini diketuai oleh Mohammad Yamin dengan 50 orang anggota. Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 15 Agustus 1959.

Pada 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961-1969. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh MPRS dan ditetapkan dalam Tap MPRS No. 2 Tahun 1960.

Pada 1963, Depernas diganti namanya menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas). Ketuanya dijabat secara langsung oleh Presiden Soekarno. Tugas badan ini menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek secara nasional dan daerah, mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.

b. Devaluasi Mata Uang Rupiah

Pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan nilai mata uang) Rp 1.000 dan Rp 500 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi dan pembekuan simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara.

c. Deklarasi Ekonomi

Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudah untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi Berdikari (Berdiri di atas kaki sendiri). Pada bulan September 1963 Presiden Soekarno menunda pelaksanaan Dekon dengan alasan sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.

Upaya-upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kondisi ekonomi memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja tersebut adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis. Akibatnya, ekonomi semakin terpuruk. Harga barang-barang naik mencapai 200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp 1000 (uang lama) diganti dengan Rp 1 (uang baru). Penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

36. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin 

a. Kehidupan Sosial

Dinamika politik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin berupa persaingan antarkekuatan politi yang ada berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia waktu itu. Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) yang diciptakan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI dan membuat kedudukannya di Indonesia semakin kuat. Melalui Nasakom PKI berupaya agar seluruh aspek kehidupan masyarakat termasuk bidang sosial, pendidikan dan seni budaya berada di bawah dominasi politiknya. Kampus dijadikan sebagai sarana politik, mahasiswa yang tidak ikut dalam rapat umum atau demonstrasi-demonstrasi dianggap sebagai lawan. Media komunikasi massa seperti surat kabar yang menentang dominasi PKI dicabut Surat Ijin Terbitnya. Dengan demikian surat kabar dikuasai oleh surat kabar PKI seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti.

b. Pendidikan

Pada tahun 1950-an, murid-murid sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas jumlahnya banyak sekali dan sebagian besar mengharapkan menjadi mahasiswa. Supaya mereka dapat melanjutkan pendidikan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mendirikan universitas baru di setiap ibu kota provinsi dan menambah jumlah fakultas di universitas-universitas yang sudah ada. Untuk memenuhi keinginan umat Islam didirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Adapun untuk murid-murid yang beragama Kristen Protestan dan Katholik didirikan Sekolah Tinggi Theologia dan seminari-seminari. Selanjutnya, didirikan pula perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam, Kristen dan Katholik, seperti Universitas Islam Indonesia, Universitas Kristen Indonesia serta Universitas Katholik Atmajaya. Tercatat pada tahun 1961 telah berdiri sebanyak 181 buah perguruan tinggi.

Pada tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan. Dalam kurikulum SMP ditambahkan mata pelajaran Ilmu Administrasi dan Kesejahteraan Masyarakat, dan di SMA dilakukan penjurusan mulai kelas II, jurusan dibagi menjadi kelas budaya, sosial, dan ilmu alam. Penjurusan ini bertujuan untuk mempersiapkan murid-murid SMA untuk memasuki perguruan tinggi.

Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada Bank Tabungan Pos, kantor pos, kantor pos pembantu. Para penabung diatur oleh Departemen P dan K bersama dengan Direksi Bank Tabungan Pos. Usaha ini bertujuan untuk mendidik anak berhemat dan mengumpulkan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid aktif dalam penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan penasehat koperasi.

Pemerintah masa Demokrasi Terpimpin juga membentuk kelas khusus untuk menampung lulusan sekolah rakyat yang tidak dapat melanjutkan pendidikan. Mereka didik dalam kelas khusus ini agar mendapat keterampilan. Waktu pendidikan kelas khusus ini selama 2 tahun.

Pada tahun 1960-an muncul masalah di kalangan pendidik yaitu usaha PKI untuk menguasai Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hal ini menyebabkan perpecahan di kalangan guru dan PGRI.


c. Kebudayaan

Dalam bidang seni muncul berbagai lembaga seni yang dibangun oleh partai politik, seperti Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) milik PKI, Lembaga Kesenian Nasional milik Partai Nasional Indonesia, Lembaga seni-Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) milik Nahdhatul Ulama, dan Himpunan Budayawan Islam milik Masyumi. Lembaga-lembaga tersebut saling bersaing dan memperebutkan dominasi sesuai dengan haluan politik partai yang menaunginya.

Pada masa Demokrasi Terpimpin bidang kesenian tidak luput dari upaya dominasi PKI. Para seniman dan budayawan yang tidak ingin kebudayaan nasional didominasi oleh suatu ideologi politik tertentu memproklamasikan Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Manifesto Kebudayaan mendapat kecaman keras dari Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang pro PKI. Presiden Soekarno ternyata menyepakati kecaman itu, akibatnya tidak sampai satu tahun usianya, Manikebu dilarang pemerintah.


RINGKASAN MATERI IPS KELAS IX BAB 4 MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)

 B. Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Amati gambar di atas! Siapa yang dilantik menjadi Perdana Menteri? Mengapa umur kabinet pada masa Demokrasi Parlementer rata-rata pendek? Untuk mengetahui jawabannya, pelajari materi berikut ini dengan baik.

Masa Demokrasi Parlementer adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-undang negara. Masa Demokrasi Parlementer disebut pula masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal. Masa ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.

A. Perkembangan Politik 

a. Sistem Pemerintahan

Pada masa Demokrasi Parlementer undang-undang yang digunakan sebagai landasan hukum negara adalah UUD Sementara 1950. Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer. Artinya Kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen. Presiden hanya merupakan lambang kesatuan saja. Dalam sistem ini parlemen sangat berkuasa. Apabila kabinet dipandang tidak mampu menjalankan tugas, maka parlemen segera membubarkannya Sistem parlementer disebut juga sebagai sistem Demokrasi Liberal.

Sistem kabinet yang digunakan pada masa Demokrasi Parlementer adalah Zaken Kabinet. Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih atau berasal dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya, tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.

Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia memiliki ciri banyaknya partai politik yang saling berebut pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan. Hal tersebut menyebabkan seringnya pergantian kabinet. Perhatikanlah tabel berikut!

Tabel. 4.5. Kabinet pada Masa Demokrasi Parlementer

No Kabinet Periode

1 Kabinet Natsir September 1950–Maret 1951

2 Kabinet Sukiman April 1951–Februari 1952

3 Kabinet Wilopo April 1952–Juni 1953

4 Kabinet Ali Juli 1953–Juli 1955

Sastroamidjojo I

5 Kabinet Burhanuddin Agustus 1955–Maret 1956

Harahap

6 Kabinet Ali Maret 1956–Maret 1957

Sastroamidjojo II

7 Kabinet Djuanda Maret 1957–Juli 1959

Berdasarkan tabel ini, dapat kita lihat dari tahun 1950-1959 telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Jatuh bangunnya kabinet membuat program-program kabinet tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya

b. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian yang dianut pada masa ini adalah sistem multi partai, yaitu suatu sistem kepartaian yang memiliki banyak partai politik. Partai-partai tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

Nama Partai Pimpinan Tanggal Berdiri

Majelis Syuro Muslimin Dr. Sukirman 7 November 1945

Indonesia (Masyumi) Wiryosanjoyo

Partai Nasional Indonesia Sidik Joyosukarto 29 Januari 1945

(PNI)

Partai Sosialis Indonesia (PSI) Amir Syarifuddin 20 November 1945

Partai Komunis Indonesia Mr. Moh. Yusuf 7 November 1945

(PKI)

Partai Buruh Indonesia (PBI) Nyono 8 November 1945

Partai Rakyat Jelata (PRJ) Sutan Dewanis 8 November 1945

Partai Kristen Indonesia Ds. Probowinoto 10 November 1945

(Parkindo)

Partai Rakyat Sosialis (PRS) Sutan Syahrir 20 November 1945

ersatuan Marhaen Indonesia JB Assa 17 Desember 1945

(Permai)

Partai Katholik Republik IJ Kassimo 8 Desember 1945

Indonesia (PKRI)

Banyaknya partai politik yang ikut serta dalam pemerintahan menyebabkan munculnya persaingan antarpartai. Partai-partai politik yang ada cenderung memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-partai yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet. Kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya dan menyebabkan stabilitas politik, sosial ekonomi serta keamanan terganggu.


c. Pemilu 1955

Pada tahun 1955 diselenggarakan pemilihan umum (Pemilu) pertama di Indonesia. Pemilu pertama ini merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menandakan telah berjalannya demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakil mereka. Banyak kalangan yang menilai bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu paling demokratis yang dilaksanakan di Indonesia. Pada Pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan suara.

Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua pada 15 Desember 1955. Pemilu tahap pertama adalah untuk memilih anggota DPR yang berjumlah 250 orang. Perolehan suara terbanyak pada Pemilu ini dimenangkan oleh empat partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Pemilu tahap kedua adalah untuk memilih anggota Dewan Konstituante yang akan bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Anggota DPR hasil Pemilu 1955 dilantik pada 20 Maret 1956, sedangkan pelantikan anggota Konstituante dilaksanakan pada 10 November 1956.

d. Gangguan Keamanan

Pemilu tahun 1955 berhasil diselenggarakan dengan lancar, tetapi ternyata tidak dapat memenuhi harapan rakyat yang menghendaki pemerintah yang stabil. Para wakil rakyat terpilih hanya memperjuangkan partainya masing-masing sehingga pergantian kabinet terus saja terjadi dan mengakibatkan keadaan politik dan kemanan menjadi tidak stabil. Hal ini menyebakan munculnya berbagai pergolakan di berbagai daerah. Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan itu mengarah pada gerakan pemberontakan yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut ini beberapa gerakan pemberontakan yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer

1). Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Gerakan APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Gerakan ini didasari oleh adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang ratu adil yang akan membawa mereka ke suasana aman dan tenteram serta memerintah dengan adil dan bijaksana. Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara bagian RIS. Pada tanggal 23 Januan 1950, pasukan APRA menyerang Kota Bandung serta melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap anggota TNI. APRA tidak mau bergabung dengan Indonesia dan memilih tetap mempertahankan status quo karena jika bergabung dengan Indonesia mereka akan kehilangan hak istimenya. Pemberontakan APRA berhasil ditumpas melalui operasi militer yang dilakukan oleh Pasukan Siliwangi.

2). Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka ingin merdeka dan melepaskan diri dan wilayah Republik Indonesia karena menganggap Maluku memiliki kekuatan secara ekonomi, politik, dan geografis untuk berdiri sendiri. Yang menjadi penyebab utama munculnya Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) adalah masalah pemerataan jatah pembangunan daerah yang dirasakan

sangat kecil, tidak sebanding dengan daerah di Jawa. Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur).

3). Pemberontakan Andi Azis

Peristiwa pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan sebagai pasukan kemanan untuk mengamankan situasi di Makassar. Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal. Menurut Andi Azis, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar. Tuntutan itu tidak dipenuhi dan pemerintah Republik Indonesia tetap mendatangkan ABRI sebagai pasukan keamanan. Ketika ABRI benar-benar didatangkan ke Sulawesi Selatan, hal ini menyulut ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz. Pasukan Andi Aziz kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting di Makassar, seperti pos-pos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta yang menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur.

Pemerintah RI memerintahkan Andi Azis untuk menghentikan pergerakannya dan mengultimatum agar datang ke Jakarta dalam waktu 4×24 jam untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap setibanya di Jakarta dari Makasar. Pasukannya yang memberontak akhirnya menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.

4). Pemberontakan PRRI dan Permesta

Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi di Sulawesi yang disebabkan oleh adanya hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal itu dikarenakan jatah keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak sesual anggaran yang diusulkan. Hal tersebut menimbulkan dampak ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. Selanjutnya dibentuk gerakan dewan yaitu,

a). Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.

b). Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Letkol Simbolon.

c). Dewan Garuda di Sumatera Selatan Letkol Barlian

d). Dewan Manguhi di Sulawesi Utara dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual.

Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum tersebut adalah menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Setelah menerima ultimatum tersebut, pemerintah pusat bertindak tegas dengan cara memberhentikan Letkol Achmad Husein secara tidak hormat. Oleh karena ultimatumnya ditolak pemerintah, pada 15 Februari 1958, Letkol. Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI kemudian diikuti oleh pengumuman Permesta pada 17 Februari 1958 di Sulawesi. Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-tokoh PRRI lainya akhirnya menyerah.

Pemberontakan APRA, Andi Aziz, RMS, dan PRRI/Permesta merupakan batu ujian bagi ideologi nasional Pancasila. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan kekompakan ABRI bersama rakyat setia kepada Pancasila dan UUD 1945, maka pemerintah berhasil mengatasinya.

 e. Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda

Pada masa Demokrasi Parlementer, Indonesia banyak mengalami gangguan stabilitas politik dan keamanan. Meski demikian, pemerintah pada masa Demokrasi Parlementer mampu mewujudkan beberapa keberhasilan yang membanggakan, di antaranya adalah Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda.

1). Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA)

Konferensi Asia Afrika (KAA) diselenggarakan pada tanggal 18–24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara. Sidang berlangsung selama satu minggu dan menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung.

Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) membawa keuntungan bagi Indonesia, pamor Indonesia sebagai negara yang baru merdeka naik karena kemampuannya menyelenggarakan konferensi tingkat internasional. Keuntungan lainnya adalah dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih diduduki Belanda.

Konferensi Asia Afrika (KAA) juga berpengaruh terhadap dunia internasional. Setelah berakhirnya KAA, beberapa negara di Asia dan Afrika mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan dan kedudukan sebagai negara berdaulat penuh. Selain itu, KAA menjadi awal lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok.

2). Deklarasi Djuanda

Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut territorial Indonesia itu lebarnya 3 mil diukur dari garis air rendah dari pada pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia.

Batas 3 mil ini menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengarungi lautan tersebut tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah Republik Indonesia meluas hingga 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².

2.  Perkembangan Ekonomi

Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi. Permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia pada saat itu mencakup permasalahan jangka pendek dan permasalahan jangka panjang. Permasalahan jangka pendek yang dihadapi pemerintah Indonesia saat itu adalah tingginya jumlah mata uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup. Permasalahan jangka panjang yang dihadapi pemerintah adalah pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan yang rendah. Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya, antara lain adalah sebagai berikut.

a. Gunting Syafruddin

Dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi defisit anggaran, pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya Melalui kebijakan ini, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng. Tujuan dari sistem ekonomi Gerakan Banteng adalah sebagai berikut.

1. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.

2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.

3. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

Gerakan Benteng dimulai pada bulan April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar. Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Banteng antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut.

1. Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.

2. Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif.

3. Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.

4. Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.

5. Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.

6. Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.


c. Nasionalisasi Perusahaan Asing

asionalisasi perusahaan asing dilakukan dengan pencabutan hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah Republik Indonesia. Nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan. Tahap kedua yaitu tahap pengambilan kebijakan yang pasti, yakni perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.

d. Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek). Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:

1. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB

2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral

3. Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.

Namun usul Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya dengan membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Febuari 1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda. Dampak dari pelaksanaan finek ini, banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.


e. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956 – 1961. Rencana ini tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh hal-hal berikut.

1. Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.

2. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.

3. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.


3. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer 

a. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi. Gejolak politik menyebabkan munculnya gangguan kemanan di berbagai tempat, dan upaya perbaikan ekonomi yang tidak berjalan lancar. menyebabkam meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran.

b. Pendidikan

Pada tahun 1950, diadakan pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat). Kemudian, disusunlah suatu konsepsi pendidikan yang dititikberatkan kepada spesialisasi sebab menurut Menteri Pendidikan pada saat itu, bangsa Indonesia sangat tertinggal dalam pengetahuan teknik yang sangat dibutuhkan oleh dunia modern. Menurut garis besar konsepsi tersebut, pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3 banding 1. Maksudnya, setiap ada 3 sekolah umum, diadakan 1 sekolah teknik.

Setiap lulusan sekolah dasar diperbolehkan melanjutkan ke sekolah teknik menengah (3 tahun), kemudian melanjutkan ke sekolah teknik atas (3 tahun). Setelah lulus sekolah teknik menengah dan sekolah teknik atas, diharapkan siswa dapat mengerjakan suatu bidang tertentu. Selain itu, karena Indonesia merupakan negara kepulauan, di beberapa kota seperti Surabaya, Makassar, Ambon, Manado, Padang, dan Palembang diadakan Akademi Pelayaran, Akademi Oseanografi, dan Akademi Research Laut. Tenaga pengajarnya didatangkan dari luar negeri seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis.

Pada masa Demokrasi Parlementer didirikan beberapa universitas baru di antaranya adalah Universitas Andalas di Padang, Universitas Sumatra Utara di Medan, Universitas Indonesia di Jakarta, Universitas Padjajaran di Bandung, Universitas Airlangga di Surabaya, dan Universitas Hasanuddin di Makassar.

c. Kesenan

dalam bidang kesenian, muncul berbagai organisasi seni lukis, seperti organisasi Pelukis Indonesia (PI) dan Gabungan Pelukis Indonesia (GPI). Selain itu, berdiri pula Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta.



RINGKASAN MATERI IPS KELAS IX BAB 4 KEHIDUPAN AMSYARAKAT INDONESIA MASA KEMERDEKAAN (1945-1950)

 A. Masa Kemerdekaan (1945–1950)

1.  Proklamasi Kemerdekaan

Perhatikan gambar pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di atas! Siapakah yang membaca teks proklamasi? Di mana proklamasi dibacakan? Mengapa perlu proklamasi kemerdekaan? Bagaimana maknanya bagi kehidupan bangsa Indonesia pada masa sekarang?

a. Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Menjelang akhir tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik semakin terdesak. Satu demi satu daerah jajahannya jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Untuk menghadapi Sekutu, Jepang mencari dukungan kepada bangsa-bangsa yang diduduki dengan memberikan janji kemerdekaan. Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji ini dikemukakan di depan Parlemen Jepang, dengan tujuan untuk menarik simpati Indonesia. Sebagai pembuktiannya, ia mengijinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor, tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang.

1). Pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). BPUPKI terdiri dari 63 orang yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. Dalam aktivitasnya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama dilaksanakan pada 29 Mei–1 Juni 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada 10–17 Juli 1945.

a). Sidang Pertama BPUPKI

Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Untuk mendapatkan rumusan dasar negara yang benar-benar tepat, maka acara dalam sidang ini adalah mendengarkan pidato dari tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Gagasan mengenai dasar negara yang dikemukan oleh masing-masing tokoh dapat kamu amati pada tabel 4.1. berikut.

Tabel. 4.1. Gagasan Dasar Negara yang Diusulkan

Nama Tokoh Waktu Penyampaian Gagasan

Pidato

Mr. Mohammad 29 Mei 1945 1. Peri Kebangsaan;

Yamin 2. Peri Kemanusiaan;

3. Peri Ke-Tuhanan;

4. Peri Kerakyatan;

5. Kesejahteraan Rakyat.

Mr Soepomo 31 Juni 1945 1. Persatuan;

2. Kekeluargaan;

3. Keseimbangan lahir dan batin;

4. Musyawarah;

5. Keadilan Rakyat.

Ir Soekarno 1  Juni 1945 1. Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme atau Peri

kemanusiaan;

3. Mufakat atau Demokrasi;

4. Kesejahteraan Sosial;

5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dikenal dengan istilah Pancasila. Peristiwa ini dikenang dengan ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sampai akhir masa sidang pertama ini, belum ditemukan kesepakatan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat. Oleh karena itu, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggota Sembilan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dinamakan ‘Panitia Sembilan’. Tugasnya adalah mengolah usulan dari anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Pertemuan Panitia Sembilan menghasilkan rumusan yang disebut Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang disetujui secara bulat dan ditandatangani pada 22 Juni 1945.

b). Sidang Kedua BPUPKI

Sidang kedua membahas rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan bentuk negara. Mengenai bentuk negara, mayoritas peserta sidang setuju dengan bentuk republik. Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 19 orang untuk mempercepat kerja sidang. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno. Panitia ini menyepakati Piagam Jakarta dijadikan sebagai inti pembukaan UUD. Panitia Perancang UUD juga membentuk panitia lebih kecil beranggotakan 7 orang yang diketuai oleh Soepomo untuk merumuskan batang tubuh UUD.

Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang UUD yang diketuai Soekarno melaporkan hasil kerja panitia yaitu:

- Pernyataan Indonesia Merdeka.

- Pembukaan Undang-Undang Dasar.

- Batang Tubuh UUD.

Dengan demikian, Panitia Perancang UUD telah selesai melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 Juli 1945, BPUPKI menerima dengan bulat naskah Undang-Undang Dasar yang dibentuk Panitia Perancang UUD.

2). Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia. Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta, sebagai penasihat diangkat Mr. Achmad Subardjo. Pada awal pembentukannya, jumlah anggota PPKI terdiri atas 21 orang, kemudian ditambah 6 orang, jadi jumlahnya 27 orang. Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan dari pihak Jepang kepada bangsa Indonesia.

Secara simbolik, PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan memanggil tiga tokoh nasional yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Radjiman Wiedyodiningrat dipanggil ke Saigon/ Dalat, Vietnam untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia. Informasi tersebut, yaitu pelaksanaan kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera dan wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.

b. Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada pasukan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu diketahui oleh beberapa tokoh pemuda, terutama Sutan Syahrir. Kemudian Syahrir dan beberapa tokoh pemuda segera menemui Mohammad Hatta yang saat itu baru datang dari Dalat, Vietnam. Bersama Mohammad Hatta, Syahrir dan beberapa pemuda menemui Soekarno di rumahnya. Syahrir mengusulkan Soekarno-Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan tanpa melalui PPKI karena Sekutu akan menggangap kemerdekaan Indonesia sebagai suatu kemerdekaan hasil pemberian Jepang.

Usulan Syahrir tersebut tidak disetujui oleh Soekarno-Hatta. Mereka berpendapat pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang, yaitu pada tanggal 24 Agustus 1945. Mereka beralasan bahwa meskipun Jepang telah kalah, namun kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.

Perbedaan sikap ini mendorong para pemuda kembali berunding pada pukul 24.00 menjelang 16 Agustus 1945. Rapat itu dihadiri oleh Sukarni, Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Syudanco Singgih, dan dr. Sucipto. Hasil perundingan itu menyepakati untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Selanjutnya, Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Sesampainya di Rengasdengklok, Soekarno-Hatta dan rombongannya disambut baik oleh pasukan Peta pimpinan Syudanco Subeno. Niat para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta tidak terlaksana. Kedua tokoh golongan tua tersebut masih mempunyai wibawa yang cukup besar. Soekarno-Hatta tetap pada pendiriannya untuk tidak melaksanakan proklamasi kemerdekaan sebelum ada pernyataan resmi dari pihak Jepang tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Selain itu, kemerdekaan tetap harus dimusyawarahkan dulu dalam sidang PPKI.

Di tengah suasana tersebut, Ahmad Soebardjo datang beserta sekretaris pribadinya, Sudiro pada pukul 17.30 WIB. Ahmad Soebardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Mendengar berita itu, Soekarno-Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan RI di Jakarta. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan dengan nyawanya sendiri bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok hari selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan yang meyakinkan tersebut, Syudanco Subeno bersedia melepaskan Soekarno-Hatta.

Perbedaan pendapat yang melatarbelakangi peristiwa Rengasdengklok menunjukkan adanya saling menghargai antara Sukarno-Hatta dan para pemuda. Walaupun Sukarno-Hatta dibawa paksa oleh para pemuda, namun mereka tetap menghormati kedua tokoh ini. Soekarno-Hatta diperlakukan dengan hormat. Sukarno dan Hatta pun tidak membenci para pemuda, bahkan keduanya akhirnya menuruti keinginan para pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan tanpa persetujuan Jepang. Oleh karena itu, mari kita teladani sikap saling menghargai yang dicontohkan oleh para tokoh bangsa ini.

 c. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada malam hari, 16 Agustus 1945, pukul 20.00 WIB, Soekarno-Hatta beserta rombongan berangkat menuju Jakarta. Mereka tiba di Jakarta pada pukul 23.00, lalu menuju rumah kediaman Laksamana Maeda. Tempat ini dianggap aman dari ancaman militer Jepang, karena Laksamana Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Laksaman inilah rumusan teks proklamasi disusun.

Ir. Soekarno menuliskan konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan esok harinya. Moh. Hatta danAhmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks proklamasi merupakan saran Ahmad Subardjo sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan dari Muh. Hatta. Kalimat pertama berisi pernyataan kehendak Bangsa Indonesia untuk merdeka, dan kalimat kedua berisi pernyataan mengenai pemindahan kekuasaan.

Pada pukul 04.00 WIB, Soekarno membacakan hasil rumusan tersebut. Akhirnya, seluruh tokoh yang hadir pada saat itu menyetujui secara bulat konsep proklamasi tersebut. Permasalahan muncul mengenai siapa yang harus menandatangani teks proklamasi tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Sukarni dari golongan muda mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa Indonesia. Sukarni juga mengusulkan agar Soekarno yang membacakan teks proklamasi tersebut. Usulan dari Sukarni dterima, kemudian Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi dengan beberapa perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah hasil ketikan Sayuti Melik, yaitu:

1. Kata “tempoh” diganti menjadi “tempo”.

2. Kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”.

3. Penulisan tanggal yang tertera “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”.

Selanjutnya, Sukarni mengusulkan agar pembacaan proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Usulan itu diterima. Pertemuan kemudian bubar setelah penentuan waktu upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan yaitu tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.

d. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Proklamasi adalah momentum penting bagi bangsa Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan langkah awal untuk menata diri agar diakui keberadaannya oleh dunia internasional.

Sejak pagi tanggal 17 Agustus 1945, persiapan upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dalam melaksanakan pengamanan dibantu oleh Arifin Abdurrahman untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang.

Tepat pukul 10.00 WIB, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Setelah pidato dan pembacaan proklamasi selesai, kemudian dilakukan pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Rakyat yang hadir serempak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Upacara proklamasi ditutup oleh sambutan Wali Kota Jakarta, Suwiryo dan dr. Muwardi.

Peristiwa yang sangat bersejarah tersebut berlangsung secara sederhana dan hanya memakan waktu kurang dari satu jam. Meskipun demikian, peristiwa tersebut membawa pengaruh yang luar biasa hebatnya bagi bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan ini merupakan tonggak berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat.

e. Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan

Puncak perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagian besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi hakikat dari makna proklamasi itu. Namun demikian, ada juga yang menanggapi kemerdekaan itu adalah bebas dari segala-galanya, sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini membelenggunya. Sikap inilah yang pada gilirannya memunculkan perlawanan-perlawanan baik terhadap tentara Jepang maupun kepada penguasa pribumi yang pada zaman kolonial Belanda maupun Jepang berpihak kepada penjajah.

1). Rapat Raksasa di Lapangan Ikada

Rakyat Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, pada umumnya melakukan aksi-aksi yang mendukung diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31, di pusat, dalam hal ini Jakarta menghendaki agar para pemimpin perjuangan kemerdekaan mau bertemu dengan rakyat dan berbicara di hadapan mereka mengenai kemerdekaan Indonesia sebagai puncak perjuangan bangsa. Rencana ini dilaksanakan dengan dua cara yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada presiden. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta yang terpilih secara aklamasi oleh PPKI, menyetujui rencana tersebut, demikian juga dengan para menteri yang telah dilantik.

Masalah yang menjadi perhatian adalah sikap tentara Jepang dengan rencana tersebut. Presiden harus mempertimbangkan rencana tersebut dengan matang agar tidak terjadi bentrokan dengan massa. Presiden memutuskan untuk mengadakan sidang kabinet di kediaman presiden. Sidang kabinet diselenggarakan pada tanggal 9 September 1945 dan berlangsung sampai tengah malam, sehingga sidang ditunda sampai pukul 10.00 pagi keesokan harinya. Pada pagi harinya sidang dilanjutkan lagi di Lapangan Banteng Barat dan dihadiri oleh para pemimpin pemuda atau para pemimpin Badan Perjuangan. Para pemimpin pemuda menghendaki agar pertemuan antara pemimpin bangsa dengan rakyatnya tidak dibatalkan. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan rapat menyetujui rencana itu.

Presiden dan wakil presiden serta para menteri kemudian menuju ke Lapangan Ikada. Ternyata lapangan Ikada telah dipenuhi oleh massa yang lengkap dengan senjata tajam. Tampak pula tentara Jepang bersiap siaga senjata lengkap dan tank-tanknya. Melihat kondisi ini tampaknya bentrokan antara pasukan Jepang dengan massa dapat terjadi sewaktu-waktu. Mobil presiden dan wakil presiden diberhentikan sebentar oleh komandan jaga sebelum dipersilahkan masuk ke Lapangan Ikada. Soekarno menuju panggung dan menyampaikan pidato singkat setelah memasuki Lapangan Ikada. Soekarno meminta dukungan dan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mematuhi kebijaksanaan-kebijaksanaannya, patuh, dan disiplin dalam pidatonya. Soekarno juga memerintahkan massa untuk bubar dengan tertib.

Imbauan tersebut ternyata dipatuhi oleh massa yang memadati Lapangan Ikada. Melihat fenomena ini, rapat raksasa di Lapangan Ikada ini adalah manifestasi pertama dari kewibawaan pemerintah Republik Indonesia kepada rakyatnya. Sekalipun rapat ini berlangsung singkat, tetapi telah berhasil mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya dan sekaligus memberikan kepercayaan rakyat kepada para pemimpinnya.

2). Tanggapan di Berbagai Daerah terhadap Proklamasi

Berita proklamasi segera menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pekik merdeka mewarnai salam masyarakat Indonesia di setiap gang, pasar, lembaga pendidikan, dan berbagai tempat umum lainnya.

Rasa syukur atas kemerdekaan dilakukan dengan berbagai cara. Doa syukur berkumandang di tempat-tempat ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Rasa syukur terhadap kemerdekaan bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi juga dibuktikan dengan perbuatan. Semangat kemerdekaan telah membakar keberanian rakyat Indonesia di berbagai daerah.

Rakyat bersuka cita menyambut kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan tersebut diperjuangkan oleh para pahlawan dengan penuh pengorbanan. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu bercermin kepada para pahlawan. Mereka telah menunjukkan sikap semangat berkorban, kerja sama, dan saling menghargai dalam memperjuangkan proklamasi dan mendirikan Republik Indonesia.

2.  Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki kepala pemerintahan dan sistem administrasi wilayah yang jelas. Setelah proklamasi kemerdekaan, segera dibentuk kelengkapan pemerintahan dengan tujuan agar pembangunan dapat berlangsung dengan baik.

Para pemimpin segera membentuk lembaga pemerintahan dan kelengkapan negara sehari setelah proklamasi dikumandangkan. PPKI segera menyelenggarakan rapat-rapat yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut.

a. Pengesahan UUD 1945

Rapat PPKI beragendakan untuk menyepakati Pembukaan dan UUD Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI menjadi rancangan awal, dan dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD yang terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan. Dengan demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara dengan menentukan arahnya sendiri.

b. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Soekarno dan Hatta ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia secara aklamasi dalam musyawarah untuk mufakat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya mengiringi penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

c. Pembagian Wilayah Indonesia

Rapat PPKI tanggal 19 agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Kedelapan provinsi tersebut adalah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

d. Pembentukan Kementerian

Mr. Ahmad Subarjo melaporkan hasil rapat Panitia Kecil yang dipimpin olehnya. Hasil rapat Panitia Kecil mengajukan adanya 13 kementerian. Pada 2 September 1945, dibentuk susunan kabinet RI yang pertama. Kabinet ini merupakan kabinet presidensial yang bertanggung jawab kepada presiden.

Anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Tugasnya membantu presiden dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai amanat UUD 1945. Adapun susunan kabinet RI yang pertama tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel. 4.2. Kabinet Pertama

No Kementerian Pejabat

1 Menteri Dalam Negeri R.A.A. Wiranata Kusumah

2 Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo

3 Menteri Keuangan A.A. Maramis

4 Menteri Kehakiman Soepomo

5 Menteri Kemakmuran Ir. Surachman Tjokroadisurjo

6 Menteri Keamanan Rakyat Supriyadi

7 Menteri Kesehatan dr. Boentaran Martoatmodjo

8 Menteri Pengajaran Ki Hajar Dewantara

9 Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin

10 Menteri Sosial Iwa Kusumasumantri

11 Menteri Pekerjaan Umum Abikusno Tjokrosujoso

12 Menteri Perhubungan a.i. Abikusno Tjokrosujoso

13 Menteri Negara Wahid Hasyim

14 Menteri Negara Otto Iskandardinata

15 Menteri Negara Mr. R.H. Sartono

16 Menteri Negara M. Amir


Selain itu, diangkat pula empat pejabat negara yang mengepalai beberapa lembaga negara, antara lain: Kusumahatmaja (Mahkamah Agung), Gatot Tarunamiharja (Jaksa Agung), A.G. Pringgodigdo (Sekretaris Negara), dan Sukarjo Wiryopranoto (Juru Bicara Negara).

e. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)

Tanggal 22 Agustus 1945 PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang akan mengantikan PPKI. Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP yang mencerminkan keadaan masyarakat Indonesia. Seluruh anggota PPKI kecuali Soekarno dan Hatta menjadi anggota KNIP yang kemudian dilantik pada

tanggal 29 Agustus 1945. Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan dan berhak ikut serta dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

f. Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan

Pada tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Sebagian besar anggota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho. Pada tanggal 5 Oktober berdirilah TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Supriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar maklumat itu, Oerip Sumihardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di Yogyakarta.


B. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia. Dalam mempertahankan kemerdekaannya, bangsa Indonesia melakukan berbagai upaya. Upaya apa saja yang dilakukan? 

Melalui gambar di atas, kita dapat mengetahui bahwa upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya dilakukan dengan dua cara, yaitu cara diplomasi dan cara perjuangan fisik (perjuangan bersenjata)

a. Perjuangan Fisik

1). Insiden Hotel Yamato

Insiden Hotel Yamato adalah peristiwa perobekan bendera Belanda (merah-putih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah-putih). Insiden Hotel Yamato terjadi pada tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato, Surabaya.

Insiden ini diawali oleh tindakan beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru) di tiang bendera Hotel Yamato. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Mereka mendatangi hotel itu dan berusaha menurunkan bendera tersebut. Akhirnya, bendera Belanda berhasil diturukan dan bagian bendera yang berwarna biru dirobek. Kemudian bendera dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia (merah- putih). Pengibaran bendera Merah Putih diiringi dengan pekikan ‘Merdeka’ berulang kali.

2). Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya merupakan satu rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dan tentara Sekutu yang berlansung sejak tanggal 27 Oktober sampai 20 November 1945. Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.

Pertempuran Surabaya diawali dengan kedatangan Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu di bawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Tugas pasukan ini adalah melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tahanan perang Sekutu di Indonesia.

Semula pihak Indonesia menyambut baik kedatangan tentara Sekutu. Tetapi setelah diketahui bahwa NICA membonceng bersama rombongan tentara sekutu, muncullah pergerakan perlawanan rakyat Indonesia melawan tentara Sekutu.

Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara Inggris. Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong tentara Sekutu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar ke Surabaya. Pasukan baru tersebut berada di bawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.

Pada tanggal 9 November 1945, pihak sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Batas waktu ultimatum adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan karena dianggap sebagai penghinaan terhadap pejuang Indonesia.

Pada tanggal 10 November 1945, tentara Inggris melakukan serangan besar yang melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Tentara Inggris mengira perlawanan rakyat Surabaya dapat ditaklukkan dalam waktu beberapa hari. Di luar dugaan tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh-tokoh agama yang terdiri dari para kyai dan ulama terus menggerakan semangat perlawanan pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari-hari bahkan berlangsung beberapa minggu.

Meskipun akhirnya kota Surabaya berhasil dikuasai tentara Sekutu, namun Pertempuran Surabaya menjadi simbol nasional atas perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Bung Tomo bernama asli Soetomo. Ia lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Bung Tomo dikenal sebagai orator yang mampu membangkitkan semangat rakyat Surabaya untuk berjuang melawan Sekutu. Bung Tomo merupakan pemimpin BPRI pada pertempuran 10 November 1945. Bung Tomo memiliki pikiran dan pandangan-pandangan yang kritis sehingga dianggap membahayakan stabilitas nasional. Bung Tomo ditangkap pada 1978 dan meninggal pada 7 Oktober 1981. Bung Tomo dimakamkan di Ngagel, Surabaya.

3). Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran lima hari di Semarang terjadi antara rakyat Indonesia di Semarang dengan tentara. Peristiwa ini berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang dipindahkan dari Cepiring ke Bulu. Pemindahan ini

dikawal oleh polisi Indonesia. Di tengah perjalanan, mereka memberontak dan melarikan diri. Selanjutnya mereka bergabung dengan batalyon Jepang yang berada di bawah pimpinan Mayor Kido yang masih bersenjata di Jatingaleh, Semarang.

Pada tanggal 14 Oktober 1945, tersiarnya kabar bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum di Candi, Semarang. Dokter Karyadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri untukmemeriksa air minum tersebut. Akan tetapi, ketika hendak melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat pada pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang.

Pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober 1945, terjadi pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibantu oleh barisan pemuda dengan tentara Jepang yang persenjataannya lebih lengkap. Pertempuran berakhir setelah terjadi perundingan antara pihak Indonesia yang diwakili oleh yaitu Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono dan pihak Jepang yang diwakili Letnan Kolonel Nomura.

4). Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa adalah peristiwa perlawanan rakyat Indonesia terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel tiba di Semarang. Pada 20 Oktober 1945. Kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengurus tawanan perang tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah. Semula kedatangan tentara Sekutu disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro menyepakati menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu. Adapun tentara sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia.

Tanpa sepengetahuan pihak Indonesia, ternyata tentara Sekutu telah mengikutkan tentara NICA. Pada saat mereka membebaskan tawanan perang Belanda di Magelang dan Ambarawa, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan dari pihak Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya insiden yang kemudian meluas menjadi sebuah pertempuran terbuka di Magelang dan Ambarawa.

Pada saat tentara Sekutu ingin menduduki dua desa di sekitar Ambarawa, pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman, Komandan Divisa V Banyumas berusaha membebaskan dua desa itu. Letkol Isdiman gugur dalam peristiwa tersebut. Setelah gugurnya Letkol Isdiman, Panglima Divisi Banyumas Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin pertempuran.

Pada tanggal 12 Desember 1945, Kolonel Sudirman mengadakan rapat dengan para Komandan TKR dan Laskar. Kemudian pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan Indonesia melancarkan serangan terhadap tentara Sekutu di Ambarawa. Pertempuran berlangsung sengit, pasukan Indonesia menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga tentara Sekutu benar-benar terkurung.

Setelah berlangsung beberapa hari, pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan Indonesia berhasil mengalahkan tentara Sekutu dan menguasai kota Ambarawa. Kemenangan Indonesia pada pertempuran ini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan di Ambarawa.

5). Bandung Lautan Api

Peristwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1946. Kota Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat setempat dengan maksud agar tentara Sekutu tidak dapat menggunakan kota Bandung sebagai pos-pos militer.

Peristiwa ini diawali dengan kedatangan pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Mac Donald di kota Bandung. Mereka datang pada tanggal 12 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang. Sejak awal kedatangannya, hubungan tentara Sekutu dengan pihak Republik Indonesia sudah tidak baik. Mereka menuntut rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara Jepang. Tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Bandung sehingga berakibat timbulnya berbagai bentrokan.

Pertentangan antara pihak sekutu dan pihak Indonesia semakin meruncing, pada tanggal 23 Maret 1946 meletus pertempuran antara rakyat Bandung melawan Sekutu. Pertempuran paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan kota Bandung. Di tempat ini terdapat gudang amunisi besar milik tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini, dua orang pejuang Indonesia bernama Muhammad Toha dan Ramdan berupaya meledakkan gudang senjata Sekutu. Mereka berdua gugur setelah berhasil meledakkan gudang tersebut.

Adanya pertempuran ini membuat keadaan kota Bandung semakin tidak aman. Akhirnya pemerintah Republik Indonesia menginstruksikan agar kota Bandung dikosongkan. Atas instruksi tersebut, penduduk kota Bandung mengosongkan kota dan mengungsi ke daerah pegunungan. Sebelum meninggalkan kota Bandung, TRI dan rakyat membakar kota Bandung. Peristiwa ini dikenal sebagai Bandung Lautan Api.

6). Pertempuran Medan Area

Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatra Utara. Pada tanggal 9 Oktober 1945, Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly tiba di kota Medan. Kedatangan tentara Sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di kota Medan.

Pertempuran pertama meletus pada tanggal 13 Oktober 1945 antara para pemuda dengan pasukan Sekutu. Para pemuda menyerang gedung-gedung pemerintahan yang dikuasai Sekutu. Pertempuran ini kemudian menjalar ke beberapa kota lainnya, seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Oleh karena seringnya terjadi berbagai insiden, pada 18 Oktober 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata yang ada harus diserahkan kepada Sekutu.

Pada 1 Desember 1945, tentara Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Areas di pinggiran Kota Medan dengan tujuan untuk menunjukkan daerah kekuasaan mereka. Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal. Tentara Sekutu beserta NICA melakukan pengusiran terhadap unsur-unsur Republik Indonesia di kota Medan. Para pemuda melakukan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA, akibatnya kota Medan menjadi tidak aman. .

Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan operasi militer secara besar-besaran terhadap para Pejuang Indonesia dengan mengikutsertakan pesawat-pesawat tempurnya. Para pejuang membalas serangan tersebut sehingga menimbulkan berbagai bentrokan di seluruh kota yang menelan korban dari kedua pihak.

7). Pertempuran Puputan Margarana

Pertempuran Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tanggal 20 November 1945. Pertempuran ini diawali dengan kedatangan pasukan Belanda berjumlah sekitar 2000 tentara disertai tokoh-tokoh yang bersedia bekerja sama dengan Belanda di Bali.

Kedatangan Belanda ke Bali bertujuan untuk membantu pendirian sebuah negara boneka yang diberi nama Negara Indonesia Timur. Belanda kemudian membujuk Letkol I Gusti Ngurah Rai untuk bergabung. Namun, bujukan tersebut ditolak.

Pada 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang kedudukan Belanda di daerah Tabanan. Satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya berhasil dilumpuhkan. Untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukan yang berada di Bali dan Lombok.

Dalam pertempuran ini, pasukan Ngurah Rai melakukan ‘puputan’ atau perang habis-habisan. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Pertempuran berakhir dengan gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai bersama 96 orang anggota pasukannya. Adapun di pihak Belanda, diperkirakan sebanyak 400 tentara Belanda tewas dalam pertempuran ini. Untuk mengenang peristiwa ini, didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa di daerah bekas medan pertempuran.

8). Serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah diduduki oleh Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi tanda jam malam telah berakhir, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota. Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta.

Dalam Serangan Umum TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum1Maret 1949 mendatangkan dukungan internasional terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap Belanda. Pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda, berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan dengan pihak RI. Oleh karena desakan itu, serta kedudukannya yang makin terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda akhirnya bersedia berunding dengan RI.

Pada perang kemerdekaan, para pejuang melakukan perlawanan yang gigih terhadap Belanda yang memiliki persenjataan modern dan lengkap. Meskipun hanya memiliki persenjataan yang sederhana, namun, para pejuang bertekad mengusir penjajah yang ingin menjajah kembali Indonesia. Sikap para pejuang tersebut dilandasi oleh rasa rela berkorban dan cinta tanah air.

 b. Perjuangan Diplomasi

Melalui perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia pantas untuk dibela dan dipertahankan. Selain itu, bangsa Indonesia juga berusaha menunjukkan sikap dan itikad baik dalam menyelasaikan perselisihan dengan Belanda. Berikut ini adalah beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.

1). Perundingan Linggajati

Perundingan Linggajati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Linggajati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan Linggajati dilaksanakan pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947. Informasi mengenai perundingan Linggajati dapat kamu amati pada berikut.

Tabel 4.3. Perundingan Linggajati

Delegasi Kesepakatan Dampak bagi Indonesia

Indonesia Belanda mengakui Republik Indonesia

Sutan Syahrir secara de facto wilayah mendapat pengakuan

(Ketua Republik Indonesia, kedaulatan dari

Delegasi) yaitu, Sumatra, Jawa, dan beberapa negara,

Madura. diantaranya Inggris,

Belanda Wim Belanda harus Amerika Serikat,

meninggalkan wilayah Mesir, Lebanon,

Schermerhorn

Republik Indonesia Suriah, Afghanistan,

(Ketua

paling lambat tanggal 1 Myanmar, Yaman,

Delegasi)

Januari 1949. Saudi Arabia, dan Uni

Republik Indonesia Soviet.

Inggris dan Belanda sepakat Muncul pihak yang

Lord Killearn membentuk Negara mendukung dan

(Mediator Republik Indonesia menolak hasil

perundingan) Serikat (RIS), di mana perundingan di

salah satu negara kalangan rakyat

bagiannya adalah Indonesia. Sebagian

Republik Indonesia. rakyat Indonesia

Dalam bentuk RIS, mengganggap

Indonesia harus tergabung hasil perundingan

dalam Commonwealth merugikan Indonesia.

/persemakmuran

Indonesia-Belanda

dengan dengan ratu

Belanda sebagai ketuanya

Meskipun Persetujuan Linggajati telah ditandatangani, hubungan Indonesiaa-Belanda tidak bertambah baik. Perbedaan penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan menjadi pangkal perselisihan. Penafsiran itumisalnya, sebelum RIS terbentuk, Belanda menganggap bahwa Belanda berdaulat atas wilayah Indonesia, sementara Indonesia menganggap bahwa Indonesia yang berdaulat sebelum RIS terbentuk.

Belanda tetap kukuh terhadap penafsiran tersebut. Kekukuhan Belanda ini diperlihatkan dengan melakukan penyerangan secara tiba-tiba terhadap daerah-daerah yang menjadi wilayah RI sesuai hasil Perjanjian Linggajati, pada 21 Juli 1947. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.

Pada Agresi Militer ini, Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah Utara, sebagian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatra Timur. Untuk menghadapi Belanda, pasukan TNI melancarkan taktik gerilya. Dengan taktik gerilya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar kota kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.


2). Perundingan Renville

Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Negara-negara anggota KTN yaitu: Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham. KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan diatas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Perundingan Renville

Delegasi Kesepakatan Dampak bagi

Indonesia

Indonesia Penghentian tembak- Wilayah Indonesia

Amir menembak. menjadi sempit

Syarifuddin Belanda hanya mengakui dan dikelilingi oleh

Harahap Jawa Tengah, Yogyakarta, wilayah-wilayah yang

dan Sumatra sebagai dikuasai Belanda.

(Ketua Delegasi)

bagian wilayah Republik

Belanda Abdul Indonesia.

Disetujuinya sebuah

Kadir

garis demarkasi yang

Widjojoatmodjo

memisahkan wilayah

(Ketua Delegasi)

Indonesia dan daerah

pendudukan Belanda.

KTN TNI harus ditarik mundur

Frank Porter dari daerah-daerah

Graham pendudukan Belanda

Richard di Jawa Barat dan Jawa

Kirby Timur.

( Mediator Belanda bebas membentuk

perundingan) negara-negara federal

di daerah-daerah yang

didudukinya dengan

melalui masa peralihan

terlebih dahulu.

Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.

Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. PDRI ini dijalankan oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara. Selain itu, dibentuk pula Komando

Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman. Pasukan Indonesia yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali ke daerah masing-masing untuk melaksanakan perang secara gerilya.

Selama Agresi Militer II, Belanda selalu mempropagandakan bahwa setelah ditangkapnya pemimpin-pemimpin RI, maka pemerintah RI sudah tidak ada. Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih berlangsung.

3). Perundingan Roem–Royen

Untuk mengatasi agresi militer Belanda, PBB mengadakan sidang pada tanggal 22 Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi yang isinya mendesak supaya permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditahan segera dibebaskan.

KTN ditugaskan untuk mengawasi pelaksana resolusi tersebut. Untuk meluaskan wewenangnya, maka KTN diubah namanya menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran. Atas inisiatif UNCI, Pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan Republik Indonesia dan Belanda. Perundingan ini diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Perundingan Roem-Royen

Delegasi Kesepakatan Dampak bagi

Indonesia

Indonesia Pihak Indonesia Pemerintah Republik

Mr. Moh. Roem. menyatakan kesediaan Indonesia kembali ke

(Ketua Delegasi) untuk: Yogyakarta.

Menghentikan perang

Belanda gerilya.

Dr. J. H. van Bekerja sama dalam

mengembalikan

Royen.

perdamaian dan menjaga

(Ketua Delegasi)

ketertiban dan keamanan.

UNCI Turut serta dalam

Konferensi Meja Bundar

Merle Cochran

di Den Haag.

(Mediator

perundingan)

Pihak Belanda menyatakan


kesediaan untuk:

1. Menyetujui kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta;

2. Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik;

3. Tidak akan mendirikan negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948

4. Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.



4). Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23Agustus sampai 2 November 1949. Konfrensi Meja Bundar merupakan tindak lanjut dari perundingan-perundingan sebelumnya. Konfrensi ini merupakan titik terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya. Informasi mengenai Konferensi Meja Bundar dapat kamu amati pada tabel berikut.

Tabel 4.6. Konferensi Meja Bundar


Delegasi Kesepakatan Dampak bagi

Indonesia

Indonesia Belanda mengakui Belanda mengakui

Drs. Moh Hatta RIS sebagai negara kemerdekaan

(Ketua Delegasi) yang merdeka dan Republik Indonesia

berdaulat. Serikat

Belanda J.H. Pengakuan kedaulatan Konflik dengan

dilakukan selambat- Belanda dapat

van Maarseveen

lambatnya tanggal 30 diakhiri dan

(Ketua Delegasi)

Desember 1949. pembangunan dapat

BFO (Bijeenkomst Masalah Irian Barat dimulai.

akan diadakan Irian Barat belum

voor

perundingan lagi bisa diserahkan

Federaal Overleg) dalam 1 tahun setelah kepada Republik

BFO adalah pengakuan kedaulatan Indonesia.

suatu badan RIS Negara Indonesia

yang merupakan Antara RIS dan berubah bentuk

kumpulan Kerajaan Belanda menjadi negara

akan diadakan serikat yang tidak

negara-negara

hubungan Uni sesuai dengan cita-

bagian bentukan

Indonesia- Belnada cita Proklamasi

Belanda.

yang diketuai

Sultan Hamid II Belanda.

RIS harus membayar

(Ketua Delegasi)

semua utang Belanda

sejak tahun 1942.

UNCI

Chritchley

(Ketua Delegasi)

Sebagaimana kesepakatan yang diperoleh pada Konfrensi Meja Bundar, Pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Republik Indonesia Serikat. Penyerahan dan sekaligus pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu di Belanda dan di Indonesia. Di Belanda, penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Ratu Juliana kepada kepala delegasi RIS Dr. Moh. Hatta. Adapun di Jakarta, penyerahan kedaulatan dilakukan A.H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Penyerahan kedaulatan ini menandakan berakhirnya masa penjajahan Belanda di Indonesia secara formal.

Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan RI, rakyat Indonesia berjuang melalui gerakan bersenjata maupun upaya diplomasi. Perjuangan bersenjata maupun diplomasi menunjukkan kerelaan rakyat Indonesia dalam berkorban untuk bangsanya. Hal itulah yang seharusnya kita teladani dalam mengisi kehidupan di alam kemerdekaan sekarang ini. Perjuangan secara diplomasi memperlihatkan bahwa ternyata musyawarah terkadang lebih membawa hasil daripada kekuatan fisik. Sebagai generasi penerus citacita para pendiri bangsa sudah sepantasnyalah kalian sebagai pelajar lebih meningkatkan prestasi diri agar bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia sehingga bangsa kita tidak dipandang sebelah mata oleh dunia lain.


C. Perkembangan Politik Indonesia pada Masa Kemerdekaan 

a. Republik Indonesia Serikat

Sesuai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 dengan Undang-Undang Dasar Sementara sebagai konstitusinya. Sesuai dengan isi konstitusi baru itu, negara berbentuk federasi dan meliputi seluruh daerah Indonesia. Yang tergabung dalam federasi ini antara lain adalah sebagai berikut.

1. Negara bagian yang meliputi: Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia

2. Satuan-satuan kenegaraan yang meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.

3. Daerah Swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.

Sistem pemerintahan RIS dipegang oleh presiden dan menteri-menteri di bawah perdana menteri. Terpilih sebagai Presiden RIS adalah Ir. Soekarno setelah ia menjadi calon tunggal dalam pemilihan Presiden RIS tanggal 15 Desember 1949. Sementara itu, Drs. Moh. Hatta diangkat menjadi Perdana Menteri RIS pada tanggal 20 Desember 1949.

b. Kembali Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) ternyata tidak sesuai dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, muncul gerakan-gerakan untuk mengubah bentuk negara kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rakyat di negara-negara bagian mengadakan demonstrasi untuk membubarkan RIS dan menuntut kembali ke dalam NKRI.

Pada bulan April 1950, hampir seluruh negara bagian dan satuan-satuan kenegaraan telah bergabung dengan Republik Indonesia, kecuali Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Berkat pendekatan dan ajakan yang dilakukan, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur akhirnya menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali ke dalam NKRI. Kedua negara bagian tersebut kemudian memberikan mandatnya kepada pemerintah RIS guna mengadakan pembicaraan mengenai pembentukan Negara Kesatuan dengan pemerintah RI pada 12 Mei 1950.

Pada tanggal 19 Mei 1950, ditandatangani sebuah piagam persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI. Piagam itu menyatakan kedua pihak dalam waktu singkat akan bersama-sama melaksanakan pembentukan negara kesatuan. RIS pun bubar dan berganti menjadi Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950. Bersamaan dengan itu, kabinet RIS yang dipimpin Hatta mengakhiri masa tugasnya.

c. Gangguan Keamanan

1). Pemberontakan PKI Madiun 1948

Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet Republik Indonesia. Pemberontakan PKI Madiun melakukan aksinya dengan menguasai seluruh karesidenan Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan ini secara besar-besaran. Pada tanggal 30 September 1948, pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh rakyat. Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa Tengah bagian timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur).

2). Pemberontakan DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah suatu gerakan yang menginginkan berdirinya sebuah negara Islam Indonesia. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain, seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

a). Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo yang memiliki cita-cita mendirikan Negara Islam Indonesia. Cita-citanya membentuk Negara Islam Indonesia (NII) diwujudkan melalui Proklamasi yang dikumandangkan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong, Jawa Barat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Kartosuwiryo, Pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis di Gunung Geber. Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kantosuwiryo berhasil ditangkap.

b). Sulawesi Selatan

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipmpin oleh Kahar Muzakar. Pemberontakan ini disebabkan oleh Kahar Muzakar yang menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam Iingkungan APRlS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan Ia berkeinginan untuk menjadi pimpinan dan APRIS. Pada tanggal 17 AgustuS 1951, Kahar Muzakar bersama dengan pasukannya melarikan diri ke hutan dan pada tahun 1952 ia mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Penumpasan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh Kahar Muzakar mengalami kesulitan sebab tempat persembunyian mereka berada di hutan yang ada di daerah pegunungan. Akan tetapi, pada bulan Februari 1965 berhasll ditumpas oleh TNI.

c). Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan mantan Gubernur Aceh. Pemberontakan ini disebabkan oleh status Aceh yang semula menjadi daerah istimewa diturunkan menjadi daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah tersebut ditentang oleh Daud Beureuh sehingga pada tanggal 21 September 1953 ia mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah Republik Indonesia memberantas pemberontakan ini di Aceh dengan operasi millter dan musyawarah dengan rakyat Aceh, sehingga pada tanggal 17-28 Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh dan melalui musyawarah tersebut maka berhasil dicapai penyelesaian secara damai.

d). Kalimantan Selatan

Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang menamakan gerakannya dengan sebutan Kesatuan Rakyat yang Tertindas. Pada tahun 1945, lbnu Hajar secara resmi bergabung dengan Negara Islam Indonesia dan ditunjuk sebagai panglima tertinggi TIM (Tentara Islam Indonesia). Pada tahun 1963, pemerintah Indonesia berhasil menumpas pemberontakan ini, Ibnu Hajar dan anak buahnya berhasil ditangkap.

Setiap usaha pemberontakan untuk melawan pemerintah yang dilakukan dapat ditumpas. Oleh karena itu sebagai warga negara yang baik, kita harus cinta tanah air dan bangsa. Wujud cinta kita terhadap tanah air dan bangsa dengan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan, baik jasmani maupun rohani.


5.  Perkembangan Ekonomi Indonesia pada Masa Kemerdekaan

Pada masa kemerdekaan keadaan ekonomi bangsa Indonesia masih belum stabil. Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah ekonomi yang terjadi saat itu. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Permasalahan Inflasi

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi yang terlalu tinggi (hiperinflasi). Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali. Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas Negara pun kosong, pajak dan bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.

b. Blokad Laut

Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade ini menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Dalam rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya sebagai berikut.

1). Melaksanakan Program Pinjaman Nasional

Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Pinjaman yang direncanakan sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun. 

Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses. Kesuksesan merupakan bukti dukungan rakyat terhadap negara. Tanpa dukungan dan kesadaran rakyat yang tinggi, dapat dipastikan negara akan mengalami kebangkrutan.

2). Melakukan Diplomasi ke India

Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang tengah menghadapi bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya, pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Selain bersifat ekonomis, pengiriman bantuan ke India juga bersifat politis karena India merupakan negara Asia yang paling aktif mendukung perjuangan diplomatik dalam rangka solidaritas negara-negara Asia.

3). Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri

Usaha megadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh Banking and Tranding Coperation (BTC), suatu badan perdagangan semipemerintah. BTC berhasil mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi pertama, pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor seperti gula, teh, dan karet.

Usaha lain untuk mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri juga dilakukan melalui Sumatra. Tujuan utamanya adalah Singapura dan Malaya. Usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Pelaksanaan penembusan blokade dilakukan oleh angkatan laut Republik Indonesia dengan bantuan dari pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor. Melalui upaya ini, Indonesia berhasil menjual barang-barang ekspor dan memperoleh barang-barang impor yang dibutuhkan.

6.  Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Kemerdekaan

Kemerdekaan telah membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

a. Kehidupan Sosial

Sebelum kemerdekaan, telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi-bagi kelas-kelas masyarakat. Saat itu, masyarakat Indonesia didominasi oleh warga Eropa dan Jepang, sebagian besar warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang menjadi pekerja bagi para bangsawan dan penguasa. Setelah Indonesia merdeka, segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dan semua warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.

b. Pendidikan

Pada masa penjajahan, kesempatan memperolah pendidikan bagi anak-anak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati sekolah. Akibatnya, sebagian besar penduduk Indonesia masih buta huruf. Oleh karena itu, segera setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K).

Ki Hajar Dewantara menjabat jabatan ini hanya selama 3 bulan. Kemudian, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G. Mulia yang hanya menjabat selama 5 bulan. Selanjutnya, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mohammad Syafei. Kemudian, ia digantikan oleh Mr. Suwandi.

Pada masa jabatan Mr. Suwandi, dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang bertugas untuk meneliti dan merumuskan masalah pengajaran setelah kemerdekaan. Setelah menyelesaikan tugasnya, panitia ini menyampaikan saran-saran kepada pemerintah. Kemudian, disusunlah dasar struktur dan sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan umum pendidikan di Indonesia merdeka adalah mendidik anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada penanaman semangat patriotisme.

Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas, dan pendidikan tinggi. Pada akhir tahun 1949, tercatat sejumlah 24.775 buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, sudah ada sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Solo dan Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas Gadjah Mada.

c. Kebuayaan

dalam bidang kesenian, banyak muncul lagu yang bertemakan nasionalisme yang diciptakan oleh para komponis seperti Cornel Simajuntak, Kusbini, dan Ismail Marzuki. Lagu-lagu tersebut antara lain, Bagimu negeri, Halo-Halo Bandung, Selendang Sutra, dan Maju Tak Gentar.