A. b. Proses Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam
tata urutan perundang- undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 di atas, secara lebih jelas
sebagai berikut.
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan-undangan.
Sebagai hukum dasar, UUD mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati.
Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan, dan merupakan hukum
tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Secara historis,
UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan.
Perubahan ini dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan
dalam pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat
sebagai berikut.
a.
Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
MPR dan disampaikan secara tertulis
yang memuat bagian
yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b.
Sidang MPR untuk mengubah
pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c.
Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d.
Khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat di- lakukan perubahan.
Perlu juga kalian pahami bahwa dalam
perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa
kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.
a.
Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b.
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c.
Mempertegas sistem
pemerintahan presidensial.
d.
Penjelasan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif
(hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.
e.
Melakukan perubahan dengan cara adendum,
artinya menambah pasal per- ubahan tanpa
menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah.
2.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Ketika MPRS dan MPR masih
berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara salah satu produk hukum MPR adalah
Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan
hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis.
Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota
majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan
lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Adapun yang dimaksud
dengan ”Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi
dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun
2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Pasal 2 Ketetapan MPR
No. I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS
dan MPR yang masih berlaku dengan ketentuan adalah sebagai berikut.
a.
Ketetapan MPRS
RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai
Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai
Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI
bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarluaskan atau
Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
b.
Ketetapan
MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi.
c.
Ketetapan
MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Pasal 4 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 mengatur
ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap
berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu sebagai berikut.
a.
Ketetapan
MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.
b.
Ketetapan MPR RI Nomor
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
c.
Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
d.
Ketetapan
MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini saat ini sudah tidak berlaku karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur
tentang hal ini.
e.
Ketetapan MPR RI Nomor
V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
f.
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000
tentang Pemisahan TNI dan Polri.
g.
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri.
h.
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
i.
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
j.
Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
k.
Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001
tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
3.
Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang- Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh
presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang memiliki
kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga
negara yang memegang
kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan
presiden.
Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau presiden.
Dewan Perwakilan Daerah juga dapat mengusulkan rancangan
undang-undang tertentu kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusul- kan oleh DPR sebagai berikut.
a.
DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.
b.
Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan
undang-undang bersama DPR.
c.
Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang- undang
disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a.
DPD mengajukan usul
rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.
b.
DPR
membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c.
DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada
presiden. Presiden menugasi menteri terkait
untuk membahas rancangan undang-undang bersama
DPR.
d.
Apabila
disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi
undang-undang.
Di samping undang-undang, ada peraturan
perundang-undangan yang setara kedudukannya
dengan undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh presiden karena keadaan genting dan
memaksa. Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu jika keadaan dipandang
darurat dan perlu payung hukum untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah. Perppu
diatur dalam UUD 1945 pasal
22 ayat (1, 2, dan 3) yang memuat
ketentuan sebagai berikut.
a.
Presiden berhak
mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa.
b.
Perppu
harus mendapat persetujuan
DPR dalam masa persidangan berikutnya.
c.
Apabila
Perppu tidak mendapat
persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.
d.
Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi undang- undang.
Contoh Perppu yang dijadikan undang-undang,
antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Perppu tersebut
kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
4.
Peraturan Pemerintah
(PP)
Peraturan pemerintah adalah peraturan perundangan-undangan
yang ditetapkan oleh presiden untuk
melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden
sebagai pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari peraturan pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tahapan penyusunan
Peraturan
Pemerintah
sebagai berikut.
a.
Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh ke- menterian dan/atau
lembaga pemerintah bukan kementerian sesuai dengan
bidang tugasnya.
b.
Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.
c.
Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan oleh presiden (Pasal
5 ayat
(2)
UUD 1945) kemudian diundangkan oleh
Sekretaris Negara.
5.
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan.
Proses penyusunan Peraturan Presiden
ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011,
yaitu sebagai berikut.
a.
Pembentukan panitia
antarkementerian dan/atau lembaga
pemerintah non- kementerian oleh pengusul.
b.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Per- aturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c.
Pengesahan
dan penetapan oleh presiden.
6.
Peraturan Daerah
Provinsi
Peraturan Daerah
(Perda) Provinsi adalah
per- aturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi
dengan persetujuan bersama gubernur. Peraturan
Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan
kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perda
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a.
Rancangan
Perda Provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi
atau Gubernur.
b.
Apabila rancangan
diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan adalah sebagai
berikut.
1)
DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada gubernur secara tertulis.
2)
DPRD Provinsi
bersama gubernur membahas
Rancangan perda Provinsi.
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh gubernur menjadi
Perda Provinsi.
c.
Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1)
Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Provinsi
secara tertulis
2)
DPRD Provinsi
bersama gubernur membahas
Rancangan Perda Provinsi
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi
7.
Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Peraturan
Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota
dengan persetujuan bersama bupati/walikota.
Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan sehingga peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu daerah dan daerah yang
lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun
2011 sebagai berikut.
a.
Rancangan
Perda Kabupaten/Kota dapat di- usulkan
oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.
b.
Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1)
DPRD Kabupaten/Kota mengajukan ran- cangan perda kepada bupati/walikota secara tertulis
2)
DPRD
Kabupaten/Kota bersama bupati/ walikota
membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/ walikota
menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Apabila rancangan diusulkan oleh
bupati/walikota, proses penyusunan adalah sebagai berikut
Bupati/Walikota mengajukan Rancangan
Perda kepada DPRD Kabupaten/Kota
secara
tertulis.
1)
DPRD
Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
2)
Apabila memperoleh
persetujuan bersama, Rancangan
Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar