BAB 6 MEMPERKUAT KOMITMEN
Kita semua mencintai bangsa ini. Kita juga memiliki harapan agar bangsa ini menjadibangsayangmodern,
maju, mandiri, dandemokratis. Untukmewujudkannya, terdapat
tantangan yang banyak. Namun, kita yakin dengan kesadaran, semangat, dan komitmen yang tinggi, kita dapat mengatasi semua itu. Untuk menanamkan sikap semangat dan komitmen kebangsaan ini,
kalian akan mempelajari lebih jauh lagi dalam bab ini.
A. Semangat dan Komitmen Kebangsaan Pendiri Negara
Bangsa Indonesia lahir dan bangkit
melalui sejarah perjuangan bangsa yang pernah dijajah
oleh Belanda dan Jepang. Akibat
penjajahan, bangsa Indonesia sangat menderita, tertindas lahir
dan batin, mental
dan materiil, mengalami kehancuran di bidang
ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan hingga sisa-sisa
kemegahan dan kejayaan Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit yang dimiliki
rakyat di bumi pertiwi, sirna dan hancur tanpa sisa.
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang
waktu yang sangat panjang dimulai sejak zaman Prasejarah berdasarkan penemuan ”Manusia
Jawa”. Secara geologi, wilayah Nusantara
merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia,
Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.
Para cendekiawan India
telah menulis tentang
Dwipantara atau kerajaan
Hindu Jawa Dwipa
di pulau Jawa dan Sumatera sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan
bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di
pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan.
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7, di wilayah
Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha, yaitu
Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, Kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera yang beribu kota di Palembang. Pada
puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan
Semenanjung Melayu.
Selanjutnya, abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah
Mada
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya
adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.
Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan sejarah awal pengenalan wilayah kepulauan Nusantara yang merupakan tanah air
bangsa Indonesia. Sebutan nusantara diberikan oleh seorang pujangga pada masa Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa penjajahan Belanda, sebutan ini diubah oleh pemerintah Belanda
menjadi Hindia Belanda.
Dalam buku Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012) dijelaskan bahwa Indonesia berasal
dari bahasa latin indus dan nesos yang
berarti India dan pulau-pulau. Indonesia
merupakan sebutan yang diberikan untuk pulau-pulau yang ada
di Samudra India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia.
Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang etnolog
Inggris mengusulkan istilah Indunesians
dan preperensi
Malayunesians untuk penduduk
kepulauan Hindia
atau Malayan Archipelago.
Kemudian,
seorang mahasiswa bernama Earl
James Richardison Logan
menggunakan Indonesia sebagai
sinonim untuk Kepulauan
Hindia. Namun, di
kalangan akademik Belanda,
di Hindia Timur enggan
menggunakan Indonesia. Sebaliknya, mereka menggunakan istilah Melayu Nusantara (Malaische Archipel). Sejak tahun
1900, nama
Indonesia menjadi lebih
umum di kalangan akademik
di luar
Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia
menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya. Adolf Bastian dari Universitas Berlin memopulerkan nama Indonesia
melalui bukunya Indonesien oder die inseln des malayischen arcipels (1884-1894). Kemudian, sarjana bahasa Indonesia pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) ketika
ia mendirikan kantor
berita di Belanda
dengan nama Indonesisch Pers-Bureau di tahun 1913.
Penduduk yang hidup di wilayah Nusantara
menempati ribuan pulau. Nenek moyang masyarakat Nusantara hidup dalam tata
masyarakat yang teratur, bahkan dalam bentuk sebuah
kerajaan kuno, seperti
Kutai yang berdiri
pada abad IV di
Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, dan Kerajaan
Cirebon pada abad XV (Setidjo,
Pandji, 2009). Kemudian,
beberapa abad setelah
itu, berdiri Kerajaan Sriwijaya pada abad
V, Kerajaan Majapahit pada abad XIII, dan Kerajaan Mataram pada abad VII.
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram menunjukkan kejayaan yang di- miliki
wilayah Nusantara. Pada waktu itu, sejarah mencatat bahwa wilayah Nusantara berhasil
dipersatukan dan mengalami kemakmuran yang dirasakan seluruh rakyat.
Mengenai sejarah Nusantara
ini, Bung Karno pernah menyampaikan bahwa:
”Kita hanya dua kali
mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan di zaman Majapahit... nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula
kita harus dirikan bersama-sama.” (Pidato ”Lahirnya Pacasila” yang disampaikan Bung Karno di depan Dokuritsu Junbi Tyoosakai
pada 1 Juni 1945).
Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal
negara Indonesia. Majapahit yang keberadaannya
sekitar abad XIII sampai abad XV adalah kerajaan besar yang sangat berjaya, terlebih
pada masa pemerintahan Mahapatih Gajah Mada yang wafat di
sekitar 1360-an. Gajah Mada adalah Mahapatih Majapahit
yang sangat disegani, dialah yang berhasil menyatukan Nusantara yang terkenal dengan ”Sumpah Palapa” (sumpah yang menyatakan tidak akan pernah
beristirahat atau berhenti berpuasa sebelum Nusantara bersatu).
Sumpah Palapa yang dinyatakan Gajah Mada merupakan
bukti semangat yang kuat untuk menggapai cita-cita
pribadi maupun cita-cita Kerajaan Majapahit untuk mempersatukan
Nusantara. Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat
untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Komitmen adalah sikap dan
perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta
melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan cita-cita dengan
sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah
orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
Para pendiri negara merupakan contoh yang
baik dari orang-orang yang memiliki semangat yang kuat dalam membuat perubahan,
yaitu perubahan dari negara terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan
negara-negara lain di dunia. Salah satu pendiri negara memiliki
semangat untuk memperbaiki kehidupan yang lebih baik bagi diri, bangsa,
dan negara.
Berikut ini kalian dapat mengkaji
bagaimana keras dan sulitnya perjuangan pendiri negara,
yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
a.
Ir. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa
dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa
Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di
Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman
Rai.
Masa kecil Soekarno
hanya beberapa tahun hidup bersama
orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau
tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi
kawakan pendiri Syarikat
Islam. Kemudian, beliau melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS, Soekarno telah
menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, Soekarno pindah ke Bandung dan
melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah
Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar ”Ir” pada 25 Mei 1926.
perjuangan Ir. Soekarno didasarkan
semangat dan komitmen akan kemerdekaan Indonesia. Untuk meraih kemerdekaan, pergerakan perjuangan harus terorganisasi.
Maka, bersama teman-temannya, Ir. Soekarno
pada tanggal 4 Juli 1927 mendirikan men- dirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada tanggal
4 Juli 1927. Komitmen dan perjuangan Soekarno untuk kemerdekaan
menyebabkan Soekarno ditangkap dan pada tanggal 30 Desember 1929 Soekarno
dijebloskan ke penjara Banceuy, Bandung.
Di
penjara Banceuy, Ir. Soekarno mendekam selama delapan
bulan atas tuduhan
pemberontakan. Soekarno yang menjabat Ketua PNI dijebloskan ke Penjara Banceuy bersama rekan satu pergerakannya, yaitu R. Gatot
Mangkoepradja (Sekretaris II PNI Pusat
PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II Cabang Bandung), dan Soepriadinata (Anggota
PNI Cabang Bandung). Di penjara itu Banceuy,
Soekarno menempati sel nomor5 yang hanya berukuran 2,5 × 1,5 meter dan berisi kasur
lipat juga toilet
nonpermanen. Ruangan pengap dan
gelap dalam penjara Banceuy tidak meruntuhkan semangat dan
komitmen Ir. Soekarno untuk terus berjuang bagi kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1930, Ir. Soekarno di- pindahkan ke Penjara Sukamiskin, Bandung. Soekarno kembali
harus me- rasakan lembabnya salah satu sel dari 552 sel yang ada di Sukamiskin. Di kamar TA 01, Ir. Soekarno
menyusun pledoi (pembelaan) yang berjudul Indonesia
Menggugat ditulis dengan beralaskan penutup dari closet duduk yang dijadikan meja untuk menulis di dalam cahaya yang
terbatas. Pledoi tersebut dibacakan dalam
persidangan di gedung pengadilan kolonial
(Lanraad) Bandung.
Soekarno dalam pembelaannya yang berjudul
Indonesia Menggugat, meng- ungkapkan bahwa bangsa Belanda se- bagai bangsa yang
serakah yang telah menindas dan merampas kemerdekaan
Bangsa Indonesia. Pembelaannya itu
membuat Belanda makin marah sehingga PNI bentukan Soekarno dibubarkan pada bulan Juli 1930. Setelah keluar
dari penjara, ia kemudian bergabung dengan Partindo karena ia sudah tidak memiliki
partai lagi, Soekarno
kemudian didaulat sebagai pemimpin Partindo, tetapi
ia kembali ditangkap oleh
Belanda
dan kemudian diasingkan ke Flores dan empat tahun
kemudian ia dibuang
ke Bengkulu dan dibebaskan
tahun 1942 menjelang kedatangan penjajahan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti per- juangan
Soekarno berakhir. Pada
tahun 1948, Soekarno setelah
Agresi Militer Belanda II,
Soekarno kembali diasingkan ke Parapat, Sumatera Utara. Dari Parapat, Soekarno
kemudian dipindahkan ke Bukit Manumbing, Bangka.
Penjara, dibuang, dan hidup dalam penderitaan
tidak membuat semangat dan tekad Soekarno untuk kemerdekaan dan kejayaan
bangsa Indonesia surut. Komitmen untuk hidup berjuang menciptakan perubahan
yang lebih baik sudah seharusnya ada dalam diri seluruh bangsa Indonesia. Penderitaan anggaplah sebagai sebuah tantangan untuk
menjadi lebih baik.
b.
Mohammad Hatta
Dr. H. Mohammad
Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Moh. Hatta merupa-
kan organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, proklamator, pelopor
koperasi, dan wakil presiden pertama di Indonesia.
Kiprahnya di bidang politik dimulai
saat ia terpilih menjadi bendahara
Jong Sumatranen Bond
wilayah Padang pada tahun 1916. Pengetahuan politiknya
berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri
berbagai ceramah dan pertemuan-pertemuan politik. Secara
berkelanjutan, Hatta melanjutkan kiprahnya terjun di dunia politik.
Sampai pada tahun
1921, Hatta menetap
di Rotterdam, Belanda
dan bergabung dengan sebuah
perkumpulan pelajar tanah
air yang ada di Belanda,
Indische Vereeniging. Mulanya,
organisasi tersebut hanyalah
merupakan organisasi per- kumpulan bagi pelajar, tetapi
segera berubah menjadi
organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes
Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo)
bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI).
Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti
karier di jenjang politiknya sebagai
bendahara pada tahun 1922 dan menjadi
ketua pada tahun
1925. Saat terpilih
menjadi Ketua PI, Hatta mengumandangkan
pidato inagurasi yang berjudul ”Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan”.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan
aktivis nasionalis India, Jawaharhal Nehru. Aktivitas politik Hatta
pada organisasi ini menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda bersama
dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan
berjudul: Indonesia Free. selanjutnya, pada tahun 1932, Hatta kembali
ke Indonesia. Bulan September
1932, Bung Hatta berjumpa Bung Karno untuk pertama kalinya.
Sejak itu, keduanya seperti
dipertautkan alam, berjuang bersama membela Tanah Air. Pada tahun 1933,
Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi keras Hatta. Ia mulai
menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai
media. Akibat aksi
Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan perhatian pada Partai
Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap para pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua.
Pada masa pengasingan di Digul, Hatta aktif menulis
di berbagai surat kabar. Ia juga rajin membaca buku yang ia bawa dari
Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-temannya. Selanjutnya, pada tahun
1935, saat pemerintahan kolonial Belanda
berganti, Hatta dan Sjahrir dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta
dan Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam
bidang sejarah, politik, dan
lainnya.
Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan
Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942. Selang satu bulan,
pemerintah kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat itulah, Hatta dan
Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Setelah Agresi Militer II tanggal 19 Desember
1948, Soekarno dan Hatta ditangkap dan diasingkan ke Giri Sasana Menumbing, di
Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Selain Bung Karno
dan Hatta, sejumlah
tokoh nasional juga diasingkan di bangunan
yang terletak di pucuk Gunung Menumbing. Sekretaris Negara
Pringgodigdo, Menteri Luar Negeri
Agus Salim, Menteri
Pengajaran Ali Sastroamidjojo, Ketua Badan KNIP Mr Assaat, Wakil
Perdana Menteri Mr Moh Roem dan Kepala
Staf Angkatan Udara Komodor
Udara S. Suryadarma merupakan tokoh-tokoh yang bersama Soekarno dan Hatta diasingkan di Bangka.
Pada tanggal 14 Maret 1980, Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo. Karena
perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar, Hatta mendapatkan anugerah tanda kehormatan tertinggi ”Bintang Republik Indonesia Kelas I” yang diberikan
oleh Presiden Soeharto.
Semangat dan komitmen kebangsaan bukan hanya
ditunjukkan oleh Soekarno dan Moh. Hatta.
Banyak tokoh pendiri
negara lainnya yang memiliki semangat
dan komitmen kebangsaan yang kuat.
B. Bentuk-Bentuk Semangat dan Komitmen Kebangsaan yang Ditunjukkan Pendiri Negara
Sebelumnya, kalian telah mempelajari bagaimana pendiri
negara berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Selanjutnya,
marilah kita merefleksi diri masing-masing apakah kita termasuk orang
yang bersemangat dalam
mengejar cita-cita?
Janganlah kita sebagai
pelajar berharap sesuatu
itu terjadi tanpa ada usaha untuk mendapatkanya.
Semangat mengandung arti tekad dan dorongan
hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Para pendiri negara bersemangat berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia. Pelajar
bersemangat belajar untuk
menyongsong masa depan
dan untuk pembangunan bangsa Indonesia.
Apabila kita maknai lebih jauh tentang
semangat dan komitmen kebangsaan, pendiri negara memiliki jiwa, semangat, dan
nilai-nilai yang sangat tinggi terhadap bangsa dan negara. Jiwa, semangat, dan
komitmen dalam perjuangan merebut kemerdekaan
disebut juga sebagai
nilai-nilai kejuangan 45. Masalahnya, apakah dalam alam kemerdekaan, nilai-nilai 45 perlu terus digelorakan? Untuk siapa, di mana, kapan, mengapa dan bagaimana
manfaatnya? Dengan memahami nilai-nlai 45 diharapkan bisa menjawab masalah tersebut.
Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan
bangsa Indonesia tidak lahir seketika, tetapi merupakan
proses perkembangan sejarah
dari zaman ke zaman. Artinya, bahwa embrio nilai itu sudah ada dari zaman kerajaan, hanya belum muncul dan dirumuskan.
Barulah tercapainya titik kulminasi atau titik puncak pada tahun 1945 nilai-nilai itu disepakati sebagai
dasar/landasan/kekuatan dan daya dorong bagi para pendiri
Republik Indonesia.
Untuk memperoleh gambaran
tentang nilai-nilai 45 yang berkembang pada setiap zamannya, diadakan periodisasi sebagai
berikut.
1)
Periode I: Masa sebelum Pergerakan Nasional
Sejak dahulu, Nusantara dimiliki oleh kerajaan yang merdeka
dan berdaulat. Kehidupan dalam kerajaan juga diisi oleh kerukunan dan
kedamaian antara pemeluk agama, baik Hindu, Buddha, Islam,
Katolik, Kristen, Konghucu dan Penganut Kepercayaan. Pada waktu itu, sudah mulai timbul jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, yaitu kesadaran
harga diri, jiwa merdeka, ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dan kerukunan hidup umat beragama
serta kepeloporan dan keberanian.
2)
Periode II: Masa Pergerakan Nasional
Sebelum perjuangan di masa pergerakan nasional perjuangan masih bersifat kedaerahan. Perlawanan di wilayah Nusantara yang bersifat
kedaerahan seperti dilakukan Sultan Hasanuddin (1633-1636),
Kapitan Pattimura (1817), Pangeran Diponegoro
(1825-1830), dan masih banyak lagi. Namun, perlawanan masih bersifat lokal dan tidak ada koordinasi sehingga mampu
dipatahkan oleh Belanda.
Dalam masa pergerakan nasional jiwa merdeka
makin menggelora. Rasa harga diri bangsa yang tidak mau dijajah
menggugah semangat mereka dan
perlawanan seluruh masyarakat terhadap penjajah untuk berusaha merebut kembali kedaulatan dan kehormatan bangsa. Timbullah jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, nilai harkat dan martabat manusia,
jiwa dan semangat kepahlawanan,
kesadaran antipenjajah/penjajahan, kesadaran persatuan dan kesatuan
perjuangan.
Tahap awal perjuangan nasional ditandai dengan
lahirnya Budi Utomo (1908), Serikat
Dagang Islam/Serikat Islam (1912). Pada Tahun 1928, terjadilah Sumpah Pemuda
yang merupakan manifestasi tekad dan keinginan bangsa Indonesia
dalam menemukan dan menentukan identitas, rasa harga diri sebagai
bangsa, rasa solidaritas menuju persatuan dan kesatuan bangsa lalu menjurus
pada kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Jepang menjajah Indonesia tahun 1942-1945. Akibat
penjajahan Jepang, rakyat
Indonesia mengalami penderitaan. Namun, penggemblengan pemuda dapat menimbulkan semangat yang kukuh dan memupuk
militansi yang tinggi untuk merdeka.
Penggemblengan oleh Jepang menimbulkan hikmah dan manfaat untuk merebut kemerdekaan.
Tahap perjuangan antara kebangkitan nasional
dan akhir masa penjajahan Jepang merupakan
persiapan kemerdekaan. Jiwa,
semangat, dan nilai-nilai kejuangan makin menggelora.
3)
Periode III: Masa Proklamasi dan Perang Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemer- dekaannya.
Lahirnya negara Republik Indonesia tidak diterima pihak Belanda. Belanda ingin menjajah kembali.
Mulailah bangsa Indonesia
melakukan perjuangan
dalam segala bidang. Bangsa Indonesia mencintai perdamaian tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Oleh karenanya, bangsa
Indonesia berjuang dengan mengangkat senjata,
berjuang dalam bidang
politik dan melakukan diplomasi.
Perjuangan
mempertahankan kemerdekaan melahirkan nilai-nilai operasi-
onal yang memperkuat jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, terutama rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, semangat
untuk berkorban demi tanah air, bangsa dan negara. Perjuangan bangsa
Indonesia sampai ke periode ketiga ini diberi nama sebagai Jiwa, Semangat, dan nilai-nilai 45.
4)
Periode IV: Masa Perjuangan Mengisi Kemerdekaan.
Perjuangan masa ini tidak terbatas waktu
karena perjuangan bermaksud
mencapai tujuan akhir nasional seperti yang tercantum dalam
UUD 1945. Dalam periode ini, jiwa, semangat, dan nilai-nilai
kejuangan yang berkembang sebelumnya tetap lestari, yaitu nilai-nilai dasar
yang terdapat pada Pancasila, Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus
1945.
Nilai yang mengalami
perubahan adalah nilai operasional. Dalam masa
perjuangan mengisi kemerdekaan, kemungkinan nilai-nilai
semangat juang akan bertambah. Secara kualitatif, kemungkinan akan mengalami
perubahan- perubahan sesuai dinamika dan kreativitas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pada saat ini, tantangan kehidupan
berbangsa dan bernegara
tidaklah kecil. Tantangan menjaga keutuhan dan kejayaan bangsa dapat datang dari dalam dan luar negeri. Malas, korupsi, pemberontakan, dan
krisis ekonomi merupakan tantangan yang berasal dari dalam dan harus dihadapi
oleh seluruh anggota masyarakat. Penjajahan secara fisik pada saat ini kemungkinannya sangat kecil terjadi,
tetapi ancaman dari luar yang bersifat
nonfisik seperti gaya hidup, datangnya
ajaran yang tidak sesuai
dengan Pancasila janganlah dianggap sebelah mata.
Untuk menghadapi semua tantangan tersebut,
jiwa dan semangat 45 patut kiranya untuk tetap dipertahankan. Semangat 45 adalah dorongan dan manifestasi dinamis
dari jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk berjuang merebut kemerdekaan
bangsa, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi dan mempertahankannya.
Nilai-nilai
yang terdapat dalam
Pancasila, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 merupakan nilai dasar dari jiwa dan semangat 45. Nilai-nilai 45 lahir dan berkembang dalam
perjuangan bangsa Indonesia dan merupakan daya dorong mental
spiritual yang kuat untuk mencapai kemerdekaan. Tujuan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut.
1.
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Jiwa dan semangat merdeka
3.
Nasionalisme
4.
Patriotisme
5.
Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka
6.
Pantang mundur dan tidak kenal menyerah
7.
Persatuan dan kesatuan
8.
Anti penjajah dan penjajahan
9.
Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri
10.
Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya
11. Idealisme kejuangan yang tinggi
12. Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa, dan negara
13. Kepahlawanan
14. Sepi ing pamrih rame ing gawe
15. Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan, dan kebersamaan
16. Disiplin
yang tinggi
17.
Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan
C.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Satu Kesatuan
Jiwa dan semangat para pendiri negara yang dioperasionalkan
dalam jiwa dan semangat 45 dimaksudkan untuk menjaga tetap
tegaknya negara kesatuan
Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik” dan Pasal 37 ayat
(5) menegaskan ”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Majelis Permusyawaratan Rakyat telah membuat
ketetapan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh
diganggu gugat. Bentuk negara kesatuan bagi Indonesia sudah dianggap final. Bagaimana bentuk kesatuan
Indonesia, dapat diawali dengan pemahaman
bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, bangsa Indonesia
adalah satu kesatuan. Menurut data Badan Pusat Statistik yang dilaksanakan pada
tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa.
Kesatuan itu dapat dipandang dari 4 segi,
yaitu politik, pertahanan keamanan, ekonomi, dan sosial
budaya.
1.
Indonesia sebagai Satu Kesatuan Politik
Sebagai satu kesatuan
politik, Negara Kesatuan
Republik Indonesia meletakkan Pancasila sebagai
dasar dan falsafah serta ideologi bangsa dan negara, melandasi, membimbing, dan
mengarahkan bangsa menuju tujuan nasional negara. Pancasila adalah
dasar Indonesia yang tidak boleh di ganggu gugat oleh siapa pun, baik itu dari
luar Indonesiamaupundaridalam, yaiturakyat Indonesiaitusendiri.
Secarapsikologis, bangsa Indonesia harus merasa bahwa mereka adalah senasib, sepenanggungan, sebangsa,
dan setanah air, serta satu dalam tekad untuk mencapai cita-cita bangsa.
Seluruh kepulauan Nusantara ini merupakan satu kesatuan hukum.
2.
Indonesia sebagai Satu Kesatuan Wilayah
Seluruh wilayah Indonesia dengan segala isi dan kekayaan
yang terkandung di dalamnya merupakan satu kesatuan wilayah,
wadah, ruang hidup dan kesatuan yang mutlak bagi seluruh
bangsa Indonesia. Ini menjadi modal dan milik bersama bangsa. Indonesia yang juga terdiri
atas berbagai macam
suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa haruslah
merupakan satu kesatuan
bangsa yang bulat
dalam arti yang seluas-luasnya. Meski pun berbeda, Indonesia tetaplah
satu.
3.
Indonesia sebagai Satu Kesatuan
Pertahanan dan Keamanan
Setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam rangka bela negara dan bangsa. Setiap ancaman
terhadap suatu pulau atau suatu daerah pada hakikatnya merupakan
ancaman terhadap seluruh bangsa Indonesia.
4.
Indonesia sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
Kekayaan wilayah Nusantara baik itu yang berupa potensial maupun efektif adalah modal
dan milik bersama bangsa. Keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di
seluruh wilayah tanah air. Tak ada alasan untuk lebih mementingkan daerah A dan
menelantarkan daerah yang lain. Atau, bahkan menguras atau
mengeruk kekayaan daerah B untuk kepentingan daerah yang lain. Tingkat perkembangan ekonomi harus merata dan
seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang
dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.
5.
Indonesia
sebagai Satu Kesatuan
Sosial dan budaya
Masyarakat Indonesia seluruhnya adalah satu. Perkehidupan bangsa harus merupa- kan kehidupan yang serasi dengan
terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama,
merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan
bangsa. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan keragaman
yang ada di alamnya menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan
landasan pengembangan budaya nasional.
Khusus mengenai wilayah
Indonesia, sejarah mencatat
pada 13 Desember
1957, pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu menyatakan:
”Bahwa
segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan
pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik
Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian
merupakan bagian daripada
perairan pedalaman atau perairan
nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang
menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau
Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang.”
Sebelumnya, pengakuan
masyarakat internasional mengenai batas laut teritorial hanya
sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai pasang surut terendah.
Deklarasi Juanda menegaskan bahwa
Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah
Nusantara. Laut bukan lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu
bangsa Indonesia.
Berdasarkan Deklarasi Juanda, Indonesia
menganut konsep negara kepulauan yang berciri Nusantara
(archipelagic state). Konsep itu kemudian diakui
dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS 1982 = United Nations Convention on the Law of the Sea) yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika, tahun 1982. Indonesia kemudian
meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut dengan menerbitkan Undang- Undang
Nomor 17 Tahun 1985. Sejak itu, dunia internasional mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.
Berkat pandangan visioner dalam Deklarasi
Djuanda, bangsa Indonesia akhirnya memiliki tambahan wilayah
seluas 2.000.000 km2, termasuk sumber daya alam yang
dikandungnya.
D.
Mewujudkan
Perilaku Semangat dan Komitmen Kebangsaan dalam Kehidupan
Permasalahan bangsa ke depan makin komplek baik dari
ideologi, sosial, ekonomi maupun pertahanan keamanan. Bangsa ini masih banyak
pekerjaan rumah untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat.
Tantangan yang makin besar ini menuntut seluruh komponen
anak bangsa bersatu,
bahu-membahu untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain di dunia. Setiap jiwa
yang lahir di bumi pertiwi harus mempunyai peranan untuk ikut berkontribusi memajukan bangsa sesuai
dengan jabatan dan kompetensinya.
Jika bangsa ini terus berseteru di internal, akan sulit untuk
unjuk gigi dalam percaturan dunia
yang sangat kompetitif. Konflik hanya akan membuat bangsa ini mengalami perpecahan dan jika dibiarkan, akan
mengganggu stabilitas negara. Pada gilirannya, itu mengguncang keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal yang harus kita tanggulangi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
ancaman. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun
luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan segenap
bangsa.
Bagaimana agar keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap terjaga? Salah satu caranya
adalah kita sebagai
warga negara berpartisipasi dalam upaya menjaga
keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia. Berpartisipasi artinya turut serta
atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga keutuhan wilayah dan
bangsa Indonesia. Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, diperlukan sikap-sikap berikut.
1)
Cinta Tanah Air
Sebagai warga negara Indonesia, kita wajib mempunyai
rasa cinta terhadap tanah air. Cinta tanah air dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain sebagai berikut.
•
Menjaga keamanan
wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar
maupun dari dalam
negeri.
•
Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan.
•
Mengolah kekayaan alam dengan menjaga ekosistem
guna
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
•
Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin
untuk
diabdikan kepada negara.
2) Membina Persatuan dan
Kesatuan
Pembinaan persatuan dan kesatuan harus dilakukan di mana
pun kita berada: di lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, bangsa,
dan negara. Tindakan yang menunjukkan usaha membina persatuan dan kesatuan, antara
lain sebagai berikut.
•
Menghormati antarsesama manusia.
•
Tidak membeda-bedakan manusia.
•
Menjalin persahabatan antarsuku bangsa.
•
Mempelajari budaya sendiri dan memahami budaya daerah lain.
•
Memperluas pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
•
Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain.
3)
Rela Berkorban
Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya
kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu
yang dimiliki untuk
orang lain, walaupun
akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri.
Kerelaan berkorban dalam
menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut.
•
Berkorban dengan tenaga atau dengan bekerja.
•
Berkorban dengan menyumbangkan pemikiran bagi keutuhan NKRI.
•
Berkorban untuk menahan diri tidak berbuat sesuatu yang merugikan
bangsa
dan negara.
•
Berkorban dengan harta yang dimiliki untuk kejayaan bangsa dan negara.
4) Pengetahuan Budaya dalam Mempertahankan NKRI
Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan
ilmu penge- tahuan,
teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek
kehidupan manusia, baik pada tingkat individu, tingkat kelompok, maupun tingkat
nasional. Untuk menghadapi era globalisasi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat,
kita memerlukan perencanaan yang matang di antaranya adalah sebagai
berikut.
•
Kesiapan SDM, terutama
kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki dan
kemampuannya.
•
Kesiapan
sosial budaya untuk terciptanya
suasana yang kompetitif dalam berbagai sektor
kehidupan.
•
Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri
/regional.
•
Kesiapan perekonomian rakyat.
•
Di bidang
pertahanan negara, kemajuan
tersebut sangat memengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara
yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi multidimensional (fisik
dan nonfisik), baik berasal
dari luar negeri
maupun dari dalam
negeri. Oleh karena itu, kebijakan strategis penggunaan kekuatan
pertahanan diarahkan untuk
menghadapi ancaman atau gangguan terhadap keamanan nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan untuk menghadapi ancaman, tetapi juga untuk membantu pemerintah dalam upaya
pembangunan nasional dan tugas-tugas
internasional.
5)
Sikap dan Perilaku
Menjaga Kesatuan NKRI
Berikut beberapa sikap dan perilaku
mempertahankan NKRI.
•
Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air
Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya.
•
Menciptakan ketahanan
nasional, artinya setiap warga negara menjaga
keutuhan, kedaulatan negara dan mempererat
persatuan bangsa.
•
Menghormati perbedaan suku, budaya, agama
dan warna kulit.
Perbedaan yang
ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu
kekayaan bangsa.
•
Mempertahankan
kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air
Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang Saka Merah Putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
•
Memiliki semangat persatuan yang berwawasan Nusantara, yaitu semangat mewujudkan
persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek
sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan
yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar
bersama.
•
Menaati peraturan. Salah satu cara menjaga keutuhan
Indonesia adalah dengan menaati peraturan. Peraturan dibuat
untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.Tujuannya agar Indonesia menjadi
lebih baik. Melalui
peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat kepada
undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang
miskin, baik laki-laki maupun perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar