Struktur Penerapan Sistem SKS di Sekolah
Lalu seperti apa sistem SKS ini jika diterapkan di sekolah?
Ternyata, system SKS sudah diterapkan sebelumnya pada Kurikulum 2013 di sekolah tertentu saja. Sistem SKS yang diterapkan di sekolah telah dituangkan dalam Permendikbudristek Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Isi dalam peraturan ini akan dijelaskan secara singkat, sebagai berikut
1. Prinsip pelaksanaan Sistem SKS
Dalam peraturan Permendikbudristek Nomor 158 Tahun 2014 pada Pasal 2 menyebutkan system SKS diselenggarakan dengan prinsip:
- Fleksibel;
merupakan penyelenggaraan SKS dengan fleksibilitas pilihan mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa belajar yang memungkinkan peserta didik menentukan dan mengatur strategi belajar secara mandiri.
2. Keunggulan; merupakan penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan mencapai tingkat kemampuan optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar.
3. Maju berkelanjutan; merupakan penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik dapat langsung mengikuti muatan, mata pelajaran atau program lebih lanjut tanpa terkendala oleh peserta didik lain.
4. Keadilan: merupakan penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperoleh perlakuan sesuai dengan kapasitas belajar yang dimiliki dan prestasi belajar yang dicapainya secara perseorangan.
2. Pembelajaran Diferensiasi
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 2014 pada Pasal 4 menyebutkan,
“Pembelajaran dengan SKS dikelola dalam bentuk pembelajaran yang berdiferensiasi bagi masing-masing kelompok peserta didik yang berbeda kecepatan belajarnya.”
3. Adanya guru Pembimbing
Layaknya di Perguruan tinggi, setiap mahasiswa memiliki dosen pembimbing. Begitu pula, siswa di sekolah akan memiliki guru pembimbingnya masing-masing. Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 2014 pada Pasal 6, terdapat 3 poin dalam pasal ini.
“Satuan pendidikan penyelenggara SKS wajib menyediakan guru pembimbing akademik. (2) Guru pembimbing akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab terhadap aspek akademik bagi peserta didik sejak semester pertama sampai dengan semester akhir. (3) Satuan pendidikan dapat mengganti guru pembimbing akademik sesuai dengan kebutuhan.”
4. Adanya Sistem Indeks Prestasi (IP)
Indeks Prestasi disebut IP adalah nilai akhir capaian pembelajaran peserta didik pada akhir semester yang mencakup nilai kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan.
Seperti halnya di perguruan tinggi, kita mengenal IP dan IPK. Jika mahasiswa dengan IP kurang dari (<) 3,50 hanya bisa mengambil 22 SKS, dan mahasiswa dengan IP lebih (>) 3,50 dapat mengambil 24 SKS yang telah disediakan. Kurang lebih hal ini juga diterapkan di sekolah.
Hal ini juga disebutkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 2014 pada Pasal 7, 8 dan 9, sebagai berikut
1. Pasal 7
Pasal 7 menyebutkan “prestasi yang dicapai pada satuan pendidikan sebelumnya untuk pengambilan beban belajar pada semester 1; atau IP yang diperoleh pada semester sebelumnya untuk pengambilan beban belajar pada semester berikutnya.”
2. Pasal 8
Pasal 8 menjelaskan tentang ketentuan IP, sebagai berikut
(1) Peserta didik SMP pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil beban belajar berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. IP < 2,67 dapat mengambil beban belajar paling banyak 40 jam pelajaran;
b. IP 2,67 – 3,33 dapat mengambil beban belajar paling banyak 48 jam pelajaran;
c. IP 3,34 – 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 56 jam pelajaran; dan
d. IP > 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 64 jam pelajaran.
(2) Peserta didik SMA pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil beban belajar berdasarkan IP semester sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dengan ketentuan sebagai berikut:
a. IP < 2,67 dapat mengambil beban belajar paling banyak 46 jam pelajaran;
b. IP 2,67 – 3,33 dapat mengambil beban belajar paling banyak 54 jam pelajaran;
c. IP 3,34 – 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 62 jam pelajaran; dan
d. IP > 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 70 jam pelajaran.
(3) Peserta didik SMK pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil beban belajar berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. IP < 2,67 dapat mengambil beban belajar paling banyak 50 jam pelajaran;
b. IP 2,67 – 3,33 dapat mengambil beban belajar paling banyak 57 jam pelajaran;
c. IP 3,34 – 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 64 jam pelajaran; dan
d. IP > 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 72 jam pelajaran.
3. Pasal 9
Pasal 9, menjelaskan “Kegiatan tatap muka dalam beban belajar bagi peserta didik yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata yang ditunjukkan dengan IP > 3,55 durasi setiap satu jam pelajaran dapat dilaksanakan selama 30 menit.” Maksudnya adanya penambahan waktu jam pembelajaran bagi siswa yang memiliki IP > 3,55.
5. Sistem SKS berbeda dengan Sistem Akselerasi
Sistem SKS dan system program akselerasi memiliki kesamaan pada outputnya, dimana siswa dapat lulus dengan cepat. Tetapi, sebenarnya 2 sistem ini memiliki perbedaan.
Sistem program akselerasi atau percepatan pembelajaran hanya dikhususkan bagi siswa yang cerdas dan bernilai tinggi. Dalam penyampaian materi pembelajaran dipadatkan secara khusus sehingga siswa akan lebih cepat meraih kelulusan.
Berbeda dengan sistem SKS, dimana semua siswa memiliki kesiapan dan kemampuan belajar yang sama. Sistem SKS ini sangat cocok bagi siswa yang memang memiliki kemampuan belajar lebih baik akan mendapatkan materi-materi baru lebih cepat dibandingkan teman-temannya. Jadi semua tergantung pada siswanya sendiri. Semakin ia baik dalam belajar semakin banyak materi pelajaran yang bisa ia selesaikan dengan cepat sehingga ia akan lulus dengan cepat pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar