Halooo.... Semoga bermanfaat

Jumat, 01 Januari 2021

PERUNDINGAN RENVILLE

 Perundingan Renville

Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Negara-negara anggota KTN yaitu: Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham. KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan diatas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.

Delegasi Kesepakatan Dampak bagi

Indonesia

Indonesia Penghentian tembak- Wilayah Indonesia

Amir menembak. menjadi sempit

Syarifuddin Belanda hanya mengakui dan dikelilingi oleh

Harahap Jawa Tengah, Yogyakarta, wilayah-wilayah yang

dan Sumatra sebagai dikuasai Belanda.

(Ketua Delegasi)

bagian wilayah Republik

Belanda Abdul Indonesia.

Disetujuinya sebuah

Kadir

garis demarkasi yang

Widjojoatmodjo

memisahkan wilayah

(Ketua Delegasi)

Indonesia dan daerah

pendudukan Belanda.

KTN TNI harus ditarik mundur

Frank Porter dari daerah-daerah

Graham pendudukan Belanda

Richard di Jawa Barat dan Jawa

Kirby Timur.

( Mediator Belanda bebas membentuk

perundingan) negara-negara federal

di daerah-daerah yang

didudukinya dengan

melalui masa peralihan

terlebih dahulu.

Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.

Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. PDRI ini dijalankan oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara. Selain itu, dibentuk pula Komando

Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman. Pasukan Indonesia yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali ke daerah masing-masing untuk melaksanakan perang secara gerilya.

Selama Agresi Militer II, Belanda selalu mempropagandakan bahwa setelah ditangkapnya pemimpin-pemimpin RI, maka pemerintah RI sudah tidak ada. Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih berlangsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar