Perundingan Renville
Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Negara-negara anggota KTN yaitu: Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham. KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan diatas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.
Delegasi Kesepakatan Dampak bagi
Indonesia
Indonesia • Penghentian tembak- Wilayah Indonesia
Amir menembak. menjadi sempit
Syarifuddin • Belanda hanya mengakui dan dikelilingi oleh
Harahap Jawa Tengah, Yogyakarta, wilayah-wilayah yang
dan Sumatra sebagai dikuasai Belanda.
(Ketua Delegasi)
bagian wilayah Republik
Belanda Abdul Indonesia.
• Disetujuinya sebuah
Kadir
garis demarkasi yang
Widjojoatmodjo
memisahkan wilayah
(Ketua Delegasi)
Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda.
KTN • TNI harus ditarik mundur
• Frank Porter dari daerah-daerah
Graham pendudukan Belanda
• Richard di Jawa Barat dan Jawa
Kirby Timur.
( Mediator • Belanda bebas membentuk
perundingan) negara-negara federal
di daerah-daerah yang
didudukinya dengan
melalui masa peralihan
terlebih dahulu.
Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. PDRI ini dijalankan oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara. Selain itu, dibentuk pula Komando
Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman. Pasukan Indonesia yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali ke daerah masing-masing untuk melaksanakan perang secara gerilya.
Selama Agresi Militer II, Belanda selalu mempropagandakan bahwa setelah ditangkapnya pemimpin-pemimpin RI, maka pemerintah RI sudah tidak ada. Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar