Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit terletak di sekitar sungai Brantas, dengan pusatnya di daerah Mojokerto. Majapahit merupakan puncak keyajaan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan merupakan kerajaan terbesar Indonesia. Majapahit disebut juga sebagai Negara Kesatuan Kedua.
1). Kehidupan Politik
a) Raden Wijaya (1292-1309)
Kerajaan Majapahit lahir dalam suasana perubahan besar dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1292 Kertanegara gugur oleh pengkhianatan Jayakatwang, Singasari hancur dan digantikan oleh Kediri. R. Wijaya terdesak oleh serangan tentara Jayakatwang di medan utara dan berhasil melarikan diri serta mendapat perlindungan dari Kepala Desa Kudadu. Selanjutnya berhasil menyeberang ke Madura minta perlindungan dan bantuan kepada Bupati Sumenep, Aria Wiraraja.
Atas saran dan jaminan Aria Wiraraja, R. Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang dan memperoleh tanah di desa Terik yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Majapahit. Tentara Kublai Khan sebanyak 200.000 orang di bawah pimpinan Shih Pie, Ike Mase, dan Kau Shing datang untuk menghukum Kertanegara. R. Wijaya bergabung dengan tentara Cina dan mengadakan serangan ke Kediri, karena Cina tidak mengetahui terjadinya perubahan kekuasaan di JawaTimur. Setelah R. Wijaya dengan bantuan tentara Kublai Khan berhasil mengalahkan Jayakatwang, ia menghantam tentara asing tersebut. Serangan mendadak yang tidak terkira sebelumnya, memaksa tentara Kublai Khan meninggalkan Jawa Timur terburu-buru dengan sejumlah besar korban.
R. Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1292-1307). Untuk menjaga ketenteraman kerajaan, maka R. Wijaya mengadakan konsolidasi dan mengatur pemerintahan. Orang-orang yang pernah berjasa dalam perjuangan diberi kedudukan dalam pemerintahan. Misalnya, Aria Wiraraja diberi tambahan wilayah di Lumajang sampai Blambangan, desa Kudadu dijadikan desa perdikan (bebas pajak dan mengatur daerahnya sendiri). Demikian juga teman seperjuangannya yang lain, diberi kedudukan, ada yang dijadikan menteri, kepala wilayah, dan sebagainya. Untuk memperkuat kedudukannya, keempat putri Kertanegara dijadikan istrinya, yakni Dewi
Tribhuanaeswari, Dewi Narendraduhita, Dewi Prajnaparamita dan Dewi Gayatri. Tidak lama kemudian tentara Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang kembali membawa dua putri yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak diambil istri oleh R. Wijaya; sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja yang mempunyai anak bernama Adiytawarman. Dialah yang kelak menjadi raja di Kerajaan Melayu. Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan oleh R. Wijaya dalam upaya mengatur dan memperkuat kekuasaan pada masa awal Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1309 R. Wijaya meninggal dunia dan didharmakan di Candi Simping (Sumberjati, Blitar) dalam perwujudan Hariwara (Siwa dan Wisnu dalam satu arca).
b) Jayanegara (1309-1328)
R. Wijaya kemudian digantikan oleh putranya Kalagemet dengan gelar Jayanegara (1309-1328), putra R. Wijaya dengan Dara Petak. Pada masa ini timbul kekacauan di Majapahit, karena pemerintahan Jayanegara yang kurang berbobot dan rasa tidak puas dari pejuang-pejuang Majapahit semasa pemerintahan R. Wijaya.
Kekacauan berupa empat pemberontakan yang dapat membahayakan negara, yakni sebagai berikut.
1) Pemberontakan Rangga Lawe (1309) yang berkedudukan di Tuban tidak puas karena ia mengharapkan dapat menjadi patih di Majapahit, sedangkan yang diangkat adalah Nambi.
2) Pemberontakan Lembu Sora (1311), karena hasutan Mahapati yang merupakan musuh dalam selimut Jayanegara.
3) Pemberontakan Nambi (1316), karena ambisi ayahnya Aria Wiraraja agar Nambi menjadi raja. Semua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
4) Pemberontakan Kuti (1319), merupakan pemberontakan yang paling membahayakan, karena Kuti dapat menduduki istana kerajaan dan Jayanegara terpaksa menyingkir ke Bedander. Namun pasukan Bayangkari kerajaan di bawah pimpinan Gajah Mada berhasil merebut kembali istana. Jayanegara dapat kembali ke istana lagi dan berkuasa
hingga tahun 1328. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi patih di Kahuripan dan kemudian di Daha.
c) Tribhuanatunggadewi (1328-1350)
Pada tahun 1328 Jayanegara wafat, karena tidak meninggalkan putra maka takhta kerajaan diserahkan kepada Gayatri. Oleh karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka yang tampil adalah putrinya Bhre Kahuripan yang bertindak sebagai wali ibunya. Bhre Kahuripan bergelar Tribhuanatunggadewi. Pemerintahannya masih dirongrong pemberontakan, yakni pemberontakan Sadeng dan Keta. Namun pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan oleh Gajah Mada. Sebagai tSaudara penghargaan, pada tahun 1333 Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Majapahit, menggantikan Arya Tadah yang sudah tua. Pada waktu penobatannya, Gajah Mada mengucapkan "Sumpah Palapa" (Tan Amukti Palapa). Isinya, Gajah Mada bersumpah tidak akan makan buah palapa, sebelum seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Maksudnya Gajah Mada tidak akan hidup enak-enak sebelum seluruh Nusantara berhasil dipersatukan di bawah panji-panji Majapahit. Dalam usaha menyatukan seluruh Nusantara, Gajah Mada dibantu oleh Empu Nala dan Adiytawarman. Mula-mula menaklukkan Bali (1334), selanjutnya satu per satu kerajaan-kerajaan di Nusantara berhasil dipersatukan
d) Hayam Wuruk (1350 -1389)
Pada tahun 1350 Gayatri wafat, maka Tribhuanatunggadewi turun takhta dan digantikan oleh putranya yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya bersama Patih Gajah Mada kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya. Pemerintahan terlaksana secara teratur, baik di tingkat pusat (ibukota), tingkat menengah (vasal) dan tingkat desa. Sistem pemerintahan daerah (tingkat menengah dan desa) tidak berubah, sedangkan di tingkat pusat diatur sebagai berikut.
1) Dewan Sapta Prabu, merupakan penasihat raja yang terdiri atas kerabat keraton, dengan jabatan Rakryan I Hino, Rakryan I Halu dan Rakryan I Sirikan.
2) Dewan Panca Ring Wilwatikta, merupakan lembaga pelaksana pemerintahan (lembaga eksekutif) semacam Dewan Menteri, terdiri atas Rakryan Mahapatih, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demang, Rakryan Rangga, dan Rakryan Kanuruhan.
3) Dewan Nayapati (lembaga Yudikatif) yang mengurusi peradilan.
4) Dharmadyaksa, lembaga yang mengurusi keagamaan, terdiri atas Dharmadyaksa ring Kasaiwan untuk agama Hindu dan Dharmadyaksa ring Kasogatan untuk agama Budha.
Dengan demikian pada masa Majapahit penganut agama Hindu dan Budha dapat hidup berdampingan, rukun dan damai. "Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharmamangrawa". Inilah semboyan rakyat Majapahit dalam menciptakan persatuan dan kesatuan sehingga muncul sebagai kerajaan besar Nusantara. Di tingkat tengah terdapat pemerintah daerah yang dikepalai oleh seorang raja kecil atau bupati. Mereka dapat mengatur daerahnya secara otonom, tetapi setiap tahun berkewajiban datang ke ibukota sebagai tSaudara tetap setia dan tunduk kepada pemerintah pusat Majapahit. Daerah-daerah demikian disebut mancanegara, yang berarti negara (daerah) di luar daerah inti kerajaan. Jadi untuk mengikat hubungan, setiap tahun daerah taklukan harus mengirim upeti ke Majapahit, di samping juga ada petugas Majapahit yang berkeliling ke daerah-daerah. Sedangkan untuk memantau ketertiban dan keamanan dikirimlah Duta Nitiyasa (petugas sandi) ke seluruh Nusantara Di tingkat bawah, terdapat pemerintahan desa yang dikepalai oleh seorang kepala desa. Pemerintahan dilakukan menurut hukum adat desa itu sendiri. Struktur pemerintahan desa masih asli dan kepala desa dipilih secara demokratis.
Dengan kondisi pemerintahan yang stabil dan keamanan yang mantap, Sumpah Palapa Gajah Mada dapat diwujudkan. Satu persatu wilayah Nusantara dapat menyatu dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Dalam Kitab Negarakertagama secara jelas disebutkan daerah-daerah yang masuk
wilayah kekuasaan Majapahit ialah Jawa, Sumatra, Tanjungpura (Kalimantan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Irian, dan Semenanjung Malaka dan daerah-daerah pulau di sekitarnya. Dengan kondisi seperti ini, Majapahit sering dinyatakan sebagai prototipe negara kesatuan yang kedua. Majapahit juga menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang jauh, seperi Siam, Champa, dan Cina. Negara-negara tersebut dianggap sebagai "Mitreka Satata" (negara sahabat yang berkedudukan sama). Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389, kemudian digantikan oleh putrinya Dyah Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya Wikramawardhana (1389-1429). Hayam Wuruk dengan isteri yang lain mempunyai anak Bhre Wirabhumi yang telah diberi kekuasaan sebagai penguasa daerah (Bupati) di Blambangan. Akan tetapi ternyata Bhre Wirabumi menuntut takhta Majapahit, sehingga menimbulkan perang saudara (Peregreg) tahun1401- 1406. Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kalah dan perang saudara tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan Majapahit.
Setelah Wikramawardhana meninggal (1429) kemudian digantikan oleh Suhita yang memerintah hingga 1447, dan sampai akhir abad ke-15 masih ada raja-raja yang memerintah namun telah suram, karena tidak ada persatuan dan kesatuan. Sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan diri. Para bupati di pantai utara Jawa telah menganut agama Islam, seperi Demak, Gresik, dan Tuban. Satu persatu memisahkan diri, demikian juga daerah di luar Jawa tidak mengirim upeti ke Majapahit.
Majapahit terus mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. Majapahit juga menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang jauh, seperi Siam, Champa, dan Cina. Negara-negara tersebut dianggap sebagai"Mitreka Satata" (negara sahabat yang berkedudukan sama). Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389, kemudian digantikan oleh putrinya Dyah Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya Wikramawardhana (1389-1429). Hayam Wuruk dengan isteri yang lain mempunyai anak Bhre Wirabhumi yang telah diberi kekuasaan sebagai penguasa daerah (Bupati) di Blambangan. Akan tetapi ternyata Bhre Wirabumi menuntut takhta
Majapahit, sehingga menimbulkan perang saudara (Peregreg) tahun1401- 1406.
Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kalah dan perang saudara tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan MajapahitSetelah Wikramawardhana meninggal (1429) kemudian digantikan oleh Suhita yang memerintah hingga 1447, dan sampai akhir abad ke-15 masih ada raja-raja yang memerintah namun telah suram, karena tidak ada persatuan dan kesatuan. Sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan diri. Para bupati di pantai utara Jawa telah menganut agama Islam, seperti Demak, Gresik, dan Tuban. Satu persatu memisahkan diri, demikian juga daerah di luar Jawa tidak mengirim upeti ke Majapahit. Majapahit terus mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Majapahit sebagai berikut.
1) Tidak ada lagi tokoh-tokoh yang kuat di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
2) Terjadinya perang saudara (Paregreg).
3) Banyak daerah-daerah jajahan yang melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit
4) Masuk dan berkembangnya agama Islam. Setelah mengalami kemunduran, akhirnya Majapahit runtuh.
Terkait dengan keruntuhan Kerajaan Majapahit, pada umumnya dinyatakan karena faktor politik, yaitu: (1) terjadi serangan dari kerajaan Hindu lain dari Kediri, yakni Dinasti Girindrawarddhana, serangan Bhatara ring Dahanapura yang dibantu penguasa daerah pesisir. Peristiwa tersebut diberi candrasengkala "Hilang Sirna Kertaning Bhumi" yang berarti tahun 1400 Saka/1478 M, dan (2) adanya serangan tentara dari Demak di bawah pimpinan Pati Unus. Serangan Demak ini menSaudarai berakhirnya kekuasaan Hindu di Jawa. Anggapan lainnya merujuk pada pendapat Sampurno dan Bandono (dalam Rahardjo, 2011: 42) yang menyatakan sebab keruntuhan karena bencana gunung berapi yang menghancurkan ibukota Majapahit.
Menurut Rahardjo (2011; 42) tentang batas akhir pemerintahan Majapahit, sejumlah kemungkinan angka tahun yang dikemukakan adalah: tahun 1478 (Raffles,1817, I: 372; Slametmuljana, 1968) yang merujuk pada candrasengkala Hilang Sirna Kertaning Bhumi, tahun 1488 (Veth, 1896, I: 243), antara tahun 1516-1521 (Rouffaer, 1899), sesudah tahun 1540 (Krom,
1931), antara tahun 1514-1528 (Stutterheim, 1931; Prijohutomo, 1953),
tahun 1468 (Schrieke, 1957), antara tahun 1522-1525 (Yamin, 1962), dan
antara tahun 1518-1521 (Djafar, 1978).
2) Kehidupan Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai dan tenteram. Dalam Negara Kertagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah, untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Perlindungan terhadap rakyat sangat diperhatikan. Demikian juga peradilan, dilaksanakan secara ketat; siapa yang bersalah dihukum tanpa pSaudarang bulu. Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat Majapahit hidup dari pertanian, dan perdagangan. Prasarana perekonomian dibangun, seperti jalan, lalu lintas sungai dan pelabuhan. Pelabuhan yang besar antara lain Surabaya, Gresik, Tuban, dan Sedayu. Barang dagangan yang diperjualbelikan antara lain beras, rempah-rempah, dan kayu cendana.
3) Kehidupan Kebudayaan
Dalam kondisi kehidupan yang aman, dan teratur, mampu menghasilkan karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Candi
Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu , Candi Tikus dan bangunan-bangunan kuno lainnya seperti Segaran, Patilasan Wali Songo, dan Makam Troloyo (di Trowulan).
b) Kesusastraan
Zaman Majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya dapat dibagi menjadi zaman Majapahit awal dan Majapahit akhir.
Sastra Zaman Majapahit Awal adalah:
(a) Kitab Negara Kertagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang keadaan kota Majapahit, daerah-daerah jajahan dan perjalanan Hayam Wuruk keliling ke daerah-daerah
(b) Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam Kitab ini terdapat ungkapan yang berbunyi;"Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrawa", yang kemudian dipakai sebagai motto negara kita.
(c) Kitab Arjunawijaya, karangan Empu Tantular. Isinya tentang raksasa yang dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.
(d) Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.
4) Sastra Zaman Majapahit akhir
(a) Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
(b) Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
(c) Kitab SorSaudarakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
(d) Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
(e) Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai menjadi raja Majapahit.
(f) Kitab Usana Jawa, tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
(g) Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar