Halooo.... Semoga bermanfaat

Selasa, 29 Juni 2021

Masa Pemerintahan Inggris di Indonesia

 

1.    Penguasaan Inggris di Indonesia

Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yang menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan. Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yang dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf adalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte.

Sementara itu, dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggris juga memperkuat armadanya untuk melakukan blokade terhadap Batavia.

Sudah barang tentu pihak Perancis dan Republik Bataaf juga tidak ingin ketinggalan untuk segera mengambil alih seluruh daerah bekas kekuasaan VOC di Kepulauan Nusantara. Oleh karena, Republik Bataaf merupakan vassal dari Perancis, maka kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh oleh Perancis. Kebijakan yang utama bagi Perancis waktu itu adalah memerangi Inggris. Oleh karena itu, untuk mempertahankan Kepulauan Nusantara dari serangan Inggris diperlukan pemimpin yang kuat. Ditunjuklah seorang muda dari kaum patriot untuk


 

memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Ia dikenal sebagai tokoh muda yang revolusioner.

Kebijakan pemerintahan HW Daendels adalah:

a.         Bidang Birokrasi Pemerintahan

1.      Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan agak masuk ke pedalaman

2.      Dewan Hindia Belanda sebagai dewan legislatif pendamping Gubernur Jendral dibubarkan dan diganti dengan Dewan Penasehat.

3.      Para bupati dijadikan pegawai pemerintahan Belanda.

b.         Bidang Hukum dan Peradilan

1.      Dalam bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :

a.         Pengadilan untuk orang Eropa

b.         Pengadilan untuk orang Pribumi

c.         Pengadilan untuk orang Timur Asing

2.      Pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu termasuk terhadap bangsa Eropa. Akan tetapi ia sendiri malah melakukan korupsi besar-besaran.

c.         Bidang Militer dan Pertahanan

1.   Membangun jalan antara Anyer – Panarukan. Jalan ini penting sebagai lalu-lintas pertahanan maupun perekonomian.

2.      Membangun pabrik senjata di Gresik dan Semarang. Hal ini dilakukan Daendels sebab hubungan Belanda dan Indonesia sangat sukar sebab ada blokade Inggris di lautan.

3.   Membangun pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dan Surabaya.

d.        Bidang Ekonomi dan Keuangan

1.      Membentuk Dewan Pengawas Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer) dan dilakukan pemberantasan korupsi dengan keras.

2.   Pajak In Natura (Contingenten) dan sistem penyerahan wajb (Verplichte Leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan, bahkan diperberat.

3.      Mengadakan Preanger Stelsel, yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi).


 

e.         Bidang Sosial

1.      Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer

– Panarukan.

2.      Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.

3.      Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.

Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem Janssen. Mulai saat inilah pemerintahan Willem Janssen di Hindia Belanda (Indonesia). Pemerintahan Willem Janssen di Hindia Belanda (Indonesia) cukup singkat, yaitu sekitan 6 bulan. Masa pemerintahan Willem Janssen di Hindia Belanda (Indonesia) yaitu dimulai pada tanggal 15 Mei 1811 sampai 18 September 1811. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelum memerintah Hindia Belanda (Indonesia), Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811 sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Ketika memerintah di Hindia Belanda (Indonesia), Janssen mencoba memperbaiki keadaan yang telah ditinggalkan Daendels.

Namun beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa. Raffles segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang. Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles telah muncul di perairan sekitar Batavia.

Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta serta Surakarta. Namun pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur Janssen beserta pasukannya.

Janssen kemudian mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya


 

Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811. Dengan menyerahnya Janssen kepada Inggris, maka berakhirlah masa pemerintahan republik Bataaf di Hindia Belanda (Indonesia). Pemerintahan Janssen di Hindia Belanda (Indonesia) hanya selama 6 bulan.

Setelah adanya kapitulasi tuntang maka dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Pada tanggal 18 September 1811, Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai penguasa di Hindia Belanda. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip. Prinsip Raffles yang pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat.

Tidak lama kemudian Jawa didduduki oleh Inggris pada tahun 1811. Zaman pendudukan Inggris ini hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu tahun 1811 sampai 1816, akan tetapi selama waktu ini telah diletakkan dasar-dasar kebijaksanaan ekonomi yang sangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda yang pada 1816 kembali mengambil-alih kekuasaan dari pemerintah kolonial Inggris.

Azas-azas pemerintahan sementara Inggris ini ditentukan oleh Letnan Gubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengaaman Inggris di India. Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari unsur paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan oleh Kompeni Belanda (VOC) dalam rangka kerjasama denagn raja-raja dan para bupati. Secara konkrit Raffles ingin menghapus segala penyerahan wajib dan pekerjaan rodi yang selama zaman VOC selalu dibebankan kepada rakyat, khususnya para petani. Kepada para petani ini Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebebasan berusaha.

Sistem sewa tanah terapkan oleh Thomas Stamford Raffles setelah mengambil alih kekuasaan dari Belanda. Thomas Stamford Raffles diangkat menjadi Letnan Gubernur EIC di Indonesia. Ia memegang pemerintahan selama lima tahun (1811-1816) dengan membawa perubahan berasas liberal. Setelah Inggris berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan Thomas Stamford


 

Raffles sebagai Letnan Gubernur di Indonesia dan memulai tugasnya pada tanggal

19 Oktober 1811. Pendudukan Inggris atas wilayah Indonesia tidak berbeda dengan penjajahan bangsa Eropa lainnya.

Thomas Stamford Raffles adalah letnan gubernur Inggris pertama yang memerintah di Hindia Belanda. Raffles banyak mengadakan perubahan- perubahan, baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan. Raffles bermaksud menerapkan politik kolonial seperti yang dijalankan oleh Inggris di India. Kebijakan contingenten diganti dengan sistem sewa tanah (landrent). Sistem sewa tanah disebut juga sistem pajak tanah.

Sebelum Inggris memerintah di Jawa, sebenarnya terdapat sejumlah usulan dan percobaan dilakukan oleh Belanda untuk mengubah sistem yang ada di Jawa. Akan tetapi, sistem sewa tanah dinyatakan berasal dari Raffles.

Sewa tanah didasarkan pada pemikiran pokok mengenai hak penguasa sebagai pemilik semua tanah yang ada. Tanah disewakan kepada kepala-kepala desa di seluruh Jawa yang pada gilirannya bertanggungjawab membagi tanah dan memungut sewa tanah tersebut. Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian, Raffles mengubah pikirannya tentang pemungutan berdasarkan desa menjadi pemungutan yang secara langsung berhubungan dengan penanam perseorangan. Dengan demikian, dalam sistem sewa tanah, rakyat atau para petani harus membayar pajak sebagai uang sewa, karena semua tanah dianggap milik negara.

Pada awalnya, sewa tanah dapat dibayar dalam bentuk uang atau barang, tetapi dalam perkembangannya lebih banyak berupa pembayaran uang.

Pokok-pokok kebijakan Raffles secara umum sebagai berikut.

1.  Penyerahan wajib dan wajib kerja dihapuskan.

2.  Hasil pertanian dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantara bupati.

3.   Rakyat harus menyewa tanah dan membayar pajak kepada pemerintah sebagai pemilik tanah.

Pemerintahan Raffles didasarkan atas prinsip-prinsip liberal yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum. Prinsip kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan. Kesejahteraan hendak dicapainya dengan memberikan kebebasan dan jaminan hukum kepada rakyat sehingga tidak menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa.


 

Dalam pelaksanaannya, sistem sewa tanah di Indonesia mengalami kegagalan, karena: (1) sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda, (2) sulit menentukan luas sempit dan tingkat kesuburan tanah,

(3) terbatasnya jumlah pegawai, dan (4) masyarakat pedesaan belum terbiasa dengan sistem uang.

Tindakan yang dilakukan oleh Raffles berikutnya adalah membagi wilayah Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Hal ini mengandung maksud untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasai. Setiap karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten residen.

Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa: (1) menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan diganti dengan sistem sewa tanah (landrente), (2) semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang sewa

Sementara itu, kebijakan Raffles di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial adalah: (1) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan Surakarta, (2) Masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan, (3) melarang perdagangan budak. Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa: (1) mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan berbagai penelitian ilmiah di Indonesia, (2) Raffles bersama asistennya, Arnoldi, berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa dan terbesar di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia Arnoldi, dan (3) Raffles menulis buku “History of Java” dan merintis pembangunan Kebun Raya Bogor sebagai kebun biologi yang mengoleksi berbagai jenis tanaman di Indonesia bahkan dari berbagai penjuru dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar