MASA BERBURU DAN
MERAMU TINGKAT LANJUT
Masa berburu dan meramu tingkat sederhana merupakan
kelanjutan dari masa berburu dan meramu tingkat sederhana. Ada banyak hal yang
membedakan antara kedua masa ini dimana kehidupan masa berburu dan meramu
tingkat lanjut ditandai dengan banyak hal.
Pada masa ini manusia sudah mulai hidup menetap, kehidupan
nomaden (berpindah-pindah) sudah mulai ditinggalkan secara perlahan-lahan. Tempat
tinggal yang dipilih pada umunya yaitu gua-gua yang berupa paying atau gua alam
dan tidak meninggalkan factor air. Mereka tetap mencari tempat yang tidak jauh
dari air.
Kehidupan pada masa ini didalam bidang agama juga sudah lebih
maju yang dibuktikan dengan penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.
Kita bias mengetahuinya dari penemuan kerangka manusia yang ditemukan di Gua
sampung juga sudah menunjukjan adanya perawatan terhadap jenazah. Selain itu
juga diketemukan bukti lain didaerah Sumatera (Tamiang) ditemukan system penguburan
manusia dengan sikap jongkok dengan memberikan warna merah pada bagian
tertentu. Hal ini bias dikatakan bahwa manusia purba yang hidup pada masa ini
sudag mengenal yang namanya religi dengan bukti ditemukannya lukisan dinding
gua yang sebagian besar bermakna simbolik dari lukisan tersebut biasanya berupa
telapak tangan maupun binatang.
Kemajuan yang dialamin manusia pruba pada masa ini juga
berpengaruh besar terhadap hasil budayanya. Jika pada masa berburu dan meramu
tingkat sederhana manusia hanya hidup sekedar mempertahankan kehidupannya,
tetapi tidak pada masa ini. Pada masa ini manusia sudah melakukan kegiatan yang
dapat menunjang kelangsungan hidup bersama. Sedangkan didalam bidang artefak
atau kebendaan manusia sudah bias menghasilkan teknologi-teknologi yang lebih
maju jika dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Adapun hasil-hasil kebudayaan dari masa berburu dan meramu
tingkat lanjut adalah sebagai berikut:
1.
Alat Tulang (Kebudayaan Sampung)
Alat tulang merupakan alat-alat yang
berasal dari tulang. Alat ini sdudah dibuat dengan bentuk yang lebih canggih
bila dibandingkan dengan masa sebelumnya. Ala-alat tulang ini banyak ditemukan
didaerah Sampung terutama di gua-gua alam sehingga kebudayaan ini disebut
Kebudayaan Sampung. Menurut Callenfels alat-alat tulang ini digunakan sebagai
mata tombak, alat tusuk, dan pisau. Penggunaan alat ini merupakan kelanjutan dari
masa sebelumnya berburu dan merapu tingkat sederhana, hanya saja yang
membedakan adalah pada cara pengerjaannya yang bibuat dengan lebih maju.
2.
Serpih Bilah (Kebudayaan Toala)
Serpih bilah ini banyak di produksi di
Toala (Sulawesi Selatan). Seorang peneliti yang bernama Heekeren membagi alat
serpih ini menjadi 3 jenis yaitu
1)
Toala Atas. Mengandung mata panah bersayap dan
bergerigi, gerabah dan serut dari kerang.
2)
Toala Tengah. Mengandung serpih bilah, mata
panah berpangka bulat dan alat-alat mikrolith.
3)
Toala bawah. Mengandung serpih bilang yang maih
kasar, serpih berujung cekung dan alat serpih yang masih bertangkai
Alat-alat serpih ini menurut
Soekmono menyebutkan sebagai Kebudayaan danau Bandung karena alat-alat seperti
ini banyak ditemukan didaerah Danau Bandung Namun alat- alat serpih ini juga
dimasukkan kedalam jenis mikrolith karena alat tersebut memiliki bentuk yang
geometris. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan alat ini merupakan kelanjutan
dari pasa sebelumnya namun yang membedakan adalah pada tahap penggarapannya
dimana alat-alat serpih yang ebrasal dari masa ini lebih halus dan lebih
sempurna jika dibandingkan dengan masa sebelumnya.
3.
Kapak Genggam (Kapak Sumatera)
Kapak Genggam ini sering disebut dengan
kebudayaan Kjokkenmodinger (Soekmono). Hal ini dikarenakan alat kapak genggam
ini banyak ditemukan didaerah bukit keran (Kjokkenmodinger) di pantai timur
Sumatera. Disamping itu juga banyak ditemukan alat-alat lain berupa batu
pipisan, ompa batu dan juga ditemukan kerangka manusia yang diduga sebagai
pendukung kebudayaan ini. Penemuan-penemuan ini membuktikan bahwa manusia pada
masa ini sudah hidup menetap di suatu tempat yang dibuktikan dengan:
a.
Kulit kerang : yang merupakan sisa-sisa makanan,
karena berlangsung dalam waktu yang lama sehingga semakin menggunung dan
menjadi bukit
b.
Ompak Batu : memberikan gambaran bahwa manusia
pada masa itu sudah tinggal didalam rumah panggung ditepi pantai.
c.
Batu pipisan : membuktikan bahwa manusia sudah
membuat ramuan, baik ramuan makanan, ramuan obat maupun ramuan pembuatan zat
pewarna.
d.
Kapak Genggam : Kapak genggam yang ditemukan
mengindikasikan bahwa alat ini digunakan untuk membuka kerang-kerang.
4.
Seni Lukis
Seni lukis umumnya banyak diketemukan
didalam dinding-dinding gua didaerah Indonesia bagian timur, terutama didaerah
Sulawesi bagian selatan, pulau Muna, Maluku, Irian, Kepulauan Kei, dan Flores.
Lukisan
Cap Telapak Tangan. Lukisan yang ditemukan didaerah Sulawesi Selatan banyak
didominasi dengan cap-cap tangan dan lukisan babi rusa dimana lukisan-lukisan
ini terletak pada ketinggian yang hamper tidak bias dijangkau dengan tangan
biasa sehingga menimbulkan dugaan bahwa lukisan ini memiliki maksud-maksud
tertentu. Dugaan adanya makna atau symbol tertentu karena lukisan yang
ditemukan ini banyaknya lukisan tangan yang tidak lengkap jari-jarinya sehingga
mengindikasikan pada suasana berkabung. Pendapat ini didasarkan pada analoghi etnografis pada suku Dani di Iran
Jaya dan Suku Aborigin di Australia yang memiliki kebiasaan memotong anggota
tubuh (jari tangan atau jari kaki) apabila ada ada anggota keluarga yang
meninggal.
Lukisan
Binatang. Lukisan Binatang yang dilukiskan biasanya adalah binatang babi
rusa yang kena panah pada bagian dadanya. Lukisan ini mempunyai makna bagi
kehidupan mereka dalam bidang berbuuru yaitu agar didalam perburuannya, mereka
dapat menangkap binatang sesuai dengan apa yang digambarkannya. Dengan kata
lain, lukisan babi rusa ini memiliki nilai magis terlihat dari warna yang
digunakannya adalah warna Merah yang
dianggap memiliki kekuatan gaib. Teknik lukisan di Sulawesi selatan menggunakan
teknik semprot
Lukisan
Manusia Kangkang. Lukinas manusia kangkang ini adalah lukisan yang
ditemukan didaerah Maluku yang didominasi oleh warna merah dan putih. Lukisan ini
memiliki makna simbolis seperti yang ditemukan atau digambarkan pada berbagai
tradisi peninggalan zaman Megalithik yang menggambarkan roh nenek moyang atau
yang dikaitkan dengan dilahirkan kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar