A. LATAR BELAKANG
Pendidikan memiliki peranan yang komplek
terhadap kemajuan bangsa dan Negara dimana pendidikan merupakan sarana untuk
mencapai tujuan tersebut. Guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar di sekolah
dituntut mampu berperan aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di
Indonesia. Dengan adanya pendidikan yang bermutu maka akan tercipta pula sumber
daya masusia yang berkualitas. Kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Salah
satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah
tingkat kemiskinan yang tinggi. Dengan semakin tingginya angka kemiskinan maka
akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan.
Sejarah merupakan salah satu
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah baik sekolah umum maupun sekolah
kejuruan. Sejauh ini proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh
pemahaman bahwa sebuah pengetahuan merupakan perangkat fakta-fakta yang harus
dihafal. Hal ini sangat kenatal dengan mata pelajaran sejarah yang masih
dianggap oleh siswa merupakan mata pelajaran hafalan sehingga dianggap sulit
dan membosankan. Pembelajaran sejarah dipandang sebagai suatu proses
mengingat fakta-fakta masa lalu yang
berorientasi hanya pada guru sedangkan peserta didik hanya sebagai pendengar
tanpa berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Cara mengajar guru sejarah
cendrung monoton (ceramah dan Tanya jawab) sehingga siswa menjadi jenuh dalam
mengikuti pelajaran di kelas. Cara mengajar yang monoton berpengaruh terhadap
perkembangan minat dan prestasi belajar siswa di kelas. Hal ini membuat minat
siswa menjadi rendah terhadap mata pelajaran sejarah sehingga berdampak pada
hasil prestasi belajar sejarah siswa. Metode ceramah dan diskusi merupakan
metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru sejarah. Pada saat guru
menggunakan metode ceramah, siswa cendrung tidak mendengarkan dan asik sendiri
dengan kegiatannya seperti bermain hp, mengganggu teman dan saling mengobrol dengan
teman sebangku.
Kondisi tersebut di atas
sesuai dengan pengamatan peneliti di SMA Negeri 1 Mlati khususnya pada mata
pelajaran sejarah pada siswa kelas XI IPS I. Pada saat guru menyampaikan materi
dengan menggunakan metode ceramah, rendahnya minat siswa terlihat dimana siswa
kurang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi dan siswa sibuk dengan
kegiatannya sendiri bahkan sebagian dari mereka tidak merespon terhadap
pembelajaran yang diberikan oleh guru. Minat yang rendah terhadap mata
pelajaran sejarah berdampak pada hasil
prestasi belajar sejarah siswa sebelum penerapan model pembelajaran
berbasis masalah. Rendahnya prestasi belajar siswa terlihat pada hasil ulangan
tengah semester dari 23 jumlah keseluruhan siswahanya ada 13 orang siswa yang
berhasil mencapai KKM sedangkan yang tidak berhasil mencapai KKM ada 10 orang.
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dipaparkan diatas, peneliti
berusaha untuk merubah cara pandang para siswa terhadap mata sejarah dengan
menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Dengan berubahnya cara pandang siswa
terhadap pembelajaran sejarah diharapkan juga berpengaruh pada meningkatnya
minat dan prestasi siswa dalam pembelajaran sejarah.Pembelajaran
berbasis masalah (Probelem Based Learning) merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.
Menurut Howard, PBL adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya
dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang
penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi
belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Menurut Dutch, PBL
merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar belajar untuk belajar,
bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata.
Masalah inidigunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan
analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran.[1]
[1]Taufiq
Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based
Learning, Jakarta, Kencana, 2010, hlm.21.
B. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan
masalah sebagai titik awal bagi siswa dalam memperoleh pengetahuan baru.
Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah memiliki
konteks dengan dunia nyata, pemelajar secara berkolompok aktif merumuskan
masalah danmengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan
mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah dan melaporkan solusi dari
maslah itu.[1]Dalam
penerapannya, siswa dituntut untuk melakukan pemecahan-pemacahan masalah yang
disajikan dengan cara menggali informasi dengan sebanyak-banyaknya, dianalisis
dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Model pembelajaran berbasis
masalah ini juga turut membuat perubahan dalam hal peranan guru. Guru
tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai pemandu siswa dalam
menyelesaikan permasalahan dengan memberikan langkah-langkah penyelesaian yang
sudah jadi melainkan guru berkeliling kelas memfasilitasi diskusi, memberikan
pertanyaan, dan membantu siswa untuk menjadi lebih sadar akan proses
pembelajaran.
Tujuan utama dalam penerapan model
pembelajaran berbasis masalah adalah penguasaan isi belajar dari disiplin
heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan masalalah.[2] Selain itu, tujuan
penerapan model pembelajaran berbasis masalah adalah adalah agar peserta didik
dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya untuk memecahkan masalah
dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok. Berdasarkan uraian di atas, prinsif dasar dari model
pembelajaran berbasis masalah itu adalah pengaktifan pembelajaran dengan
memberikan suatu masalah dan pertanyaan kemudian siswa mencoba untuk
memecahkannya.
C. KARAKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Karakteristik dalam model pembelajaran berbasis
masalah adalah sebagai berikut:
a.
Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
b.
Permasalahan yang diangkat adalah
permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur
c.
Permasalahan membutuhkan perspektif
ganda
d.
Permasalahan menantang pengetahuan yang
dimiliki oleh siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar
e.
Belajar pengarahan diri menjadi hal
utama
f.
Pemanfaatan sumber pengetahuan yang
beragam penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang
esensial dalam pembelajaran berbasis masalah
g.
Belajar adalah kolaboratif, komunikasi
dan kooperatif
h.
Pengembangan keterampilan inquiri dan
pemecahan masalah sama pentinganya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan
i.
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar
j.
Pembelajaran berbasis masalah melibatkan
evaluasi dan review pengalaman siswa dalam proses belajar.[3]
D. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Model pembelajaran berbasis
masalah (PBM) terdiri dari tujuh langkah yaitu:[4]
a.
Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah
dan konsep yang ada dalam masalah.
b.
Merumuskan masalah. Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa
yang terjadi diantara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum
nyata antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub masalah yang harus diperjelas
dahulu.
c.
Menganalisis masalah. Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota
tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi factual (yang
tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada didalam pikirian anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan
dalam tahap ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana
menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
d.
Menata gagasan anda dan secara sistematis
menganalisnya dengan dalam. Bagian
yang sudah dianalisis dilihat dari keterkaitannya satu sama lain dikelompokkan:
mana yang saling menunjang dan mana yang bertentangan dan sebagainya. Analisis
adalah upaya memilah-milah sesuatu menjadi bagian yang membentuknya.
e.
Memformulasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena
kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang dan mana yang masih
belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan menganalisis masalah
yang dibuat.
f.
Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain
(diluar diskusi kelompok). Saat ini
kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan
pembelajaran. Kini saatnya mereka mencari informasi tambahan itu dan menentukan
diman hendak mencarinya. Mereka harus mengatur jadwal, menetukan sumber
informasi. Setiap anggota harus mampu belajar sendiri dengan efektik untuk
tahapan ini agar mendapatkan informasi yang relevan seperti emnetukan kata
kunci dalam pemilihan, memperkirakan topic, penulis, publikasi dari sumber
pembelajaran.
g.
Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru,
dan membuat laporan untuk kelas. Dari
laporan-laporan individu atau sub kelompok yang dipresentasikan dihadapan
kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang
mendengar laporan haruslah kritis tentang laporan yang disajikan (laporan
diketik dan diserahkan ke setiap anggota). Kadang-kadang laporan yang dibuat
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok
mendiskusikan. Ditahap ini ketrampilan yang dibutuhkan adalah meringkas dan
mendiskusikan.
E. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Model pembelajaran berbasis
masalah juga memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Adapun
keunggulan dari model pembelajaran berbasis masalah antara lain[5]:
- Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
- Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
- Dapat meningkatakan aktivitas pembelajaran siswa.
- Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
- Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
- Dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
- Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
- Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
- Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
- Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Adapun kelemahan model
pembelajaran berbasis masalah antara lain:[6]
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau mempunyai
kepercayaan, maka mereka enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi melalui pemecahan masalah
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c.
Tanpa pemahaman
mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
[1] Amir Taufik, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based
Learning, Jakarta , Prenada
Group, 2010, hlm.12.
[2] Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru, Jakarta, Rajawali
Pers, 2011, hlm.236.
[5]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan , Jakarta, Prenada
Media, 2006, hlm.218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar